Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Perekonomian Rakyat baik konvensional maupun syariah (BPR/S) tengah bergegas untuk memenuhi kebijakan atas modal inti minimum yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Seiring dengan hal tersebut, Lembaga Simpanan Masyarakat (LPS) menyampaikan saban tahun selalu saja ada Bank Perekonomian Rakyat baik konven maupun syariah (BPR/S) yang bangkrut.
Jika melihat laporan di situs resmi LPS, dalam rentan waktu 5 tahun yakni sejak 2019-2023 terdapat 27 BPR/S yang dicabut izin usahanya (CIU), di antaranya ada 9 BPR/S yang sedang dalam proses likuidasi. Yang terbaru Februari 2023 yakni PT BPR Bagong Inti Marga telah dilakukan CIU dan sedang dalam proses likuidasi oleh LPS.
Sekretaris LPS Dimas Yuliharto memberikan tanggapannya atas penyebab terjadinya kebangkrutan di tubuh BPR/S.
Baca Juga: NPL Naik Secara Bulanan, Perbankan Anggap Masih Terjaga
"Secara historis, kebanyakan penyebab bank (BPR/S) sehingga harus dilikuidasi LPS ialah adanya kelemahan di tata kelola sehingga terjadi mismanagement atau fraud," katanya kepada Kontan, Jumat (9/6).
Lebih lanjut Dimas menyampaikan konsolidasi di tubuh BPR/S dapat menciptakan bank yang lebih efisien dalam menjalankan usahanya dan semakin kuat dalam permodalan.
"Sehingga harapannya, BPR dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam perekonomian nasional," tambah Dimas.
Sementara itu jika melihat laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Maret 2023 tercatat jumlah BPR/S yang masih berdiri yakni sebanyak 1.426 dengan total kantor yang beroperasi 6.301 unit. Angka ini menurun dari jumlah BPR/S yakni 1.441 per Desember 2022 dengan total kantor yang beroperasi sebanyak 6.044 unit. Dengan demikian setidaknya diketahui terdapat pengurangan sebanyak 14 BPR/S.
Jika melihat ke belakang, yakni pada Maret 2023 sebanyak 10 BPR telah mendapatkan izin merger dari OJK dan kemudian melebur menjadi PT BPR Modern Express. OJK memang memberikan kebijakan agar BPR/S wajib mempunyai modal inti minimum Rp 6 miliar dengan batas waktu paling lambat 31 Desember 2024.
Di sisi lain untuk memenuhi kebijakan tersebut, asosiasi BPR/S yakni Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) menyampaikan pihak asosiasi terus bersinergi dan berkolaborasi dengan LPS dalam upaya memperkuat daya saing industri. Perbarindo juga menyambut baik kebijakan OJK yang mendorong BPR/S untuk melakukan konsolidasi.
"Sejauh ini BPR sedang terus berupaya untuk meningkatkan permodalannya dan bila hari jumlahnya menurun, lebih karena adanya merger dan konsolidasi yang dilakukan oleh BPR tersebut, sudah ada contohnya seperti yang dilakukan oleh BPR Modern Group," kata Tedy Alamsyah, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) kepada Kontan, Jumat (9/6).
Lebih lanjut Tedy menyampaikan pihaknya fokus untuk terus membangun industri bisnis BPR/S agar dapat berkembang dengan layanan dan produk yang lebih banyak, beragam dan berbasis teknologi.
"Kami juga terus membangun fondasi industri menjadi lebih kuat, melalui ajakan untuk meningkatkan tata kelola, manajemen risiko dan juga pengembangan SDM secara kontiniu dan berkesinambungan," katanya.
Teddy menyampaikan secara umum, skala usaha BPR dan BPRS menentukan kemampuan daya saing dan ekspansi usahanya. Melalui upaya peningkatan modal tersebut diharapkan dapat memperkuat kapasitas usahanya untuk melakukan inovasi pengembangan produk dan layanan.
Baca Juga: OJK: Merger Bank Nobu dan Bank MNC Masih Sesuai Jadwal
"Kami sadari pada tahun 2024 BPR harus memenuhi ketentuan modal inti, sejauh ini kita telah telah berupaya mendorong peningkatan modal inti untuk BPR/S anggota. Kegiatan edukasi, sosialisasi dan peningkatan pemahaman serta kapasitas bagi Pemegang Saham BPR," kata Tedy.
Pendekatan lainnya dilakukan oleh Perbarindo adalah melakukan negosiasi dan menyampaikan usulan kepada OJK mengingat bencana pandemi covid-19 yang terjadi juga berdampak pada BPR/S, sehingga perlu adanya relaksasi terhadap ketentuan terkait modal inti, sampai benar – benar dampak Covid-19 sudah berakhir atau berkurang serta perekonomian Indonesia sudah benar – benar pulih.
Salah satu BPR/S yang sudah memenuhi kebijakan minimum modal inti adalah BPR Hasamitra yang menyampaikan saat ini sudah mempunyai modal inti sebesar Rp 404,145 miliar. Jumlah modal inti tersebut tentu saja sudah melebihi dari minimum modal inti yang ditetapkan oleh OJK.
"Kita sudah penuhi modal inti tersebut, jadi untuk merger tidak ada rencana," kata I Made Semadi, Direktur Bisnis BPR Hasamitra kepada Kontan, Jumat, (9/6).
Lebih lanjut BPR Hasamitra juga menyampaikan rencana kinerjanya di tahun ini yakni dengan mengembangkan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bersama.
"Rencana kinerja tahun ini yang menjadi prioritas yakni mengembangkan ATM Bersama yang saat ini telah dipersiapkan migrasinya," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News