Reporter: Anastasia Lilin Y | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Anda mungkin kaget mendengar pengakuan Rusmin. Karyawan swasta di Jakarta ini mengaku pernah memiliki 12 kartu kredit dari 12 bank yang berbeda sejak tahun 2006! “Tapi sejak tahun 2011 mulai saya tutup satu per satu karena lama-lama kewalahan juga,” kata pria yang penghasilan bulanannya sebagai karyawan masih di bawah Rp 10 juta pada tahun ini.
Dalih Rusmin mengoleksi selusin kartu kredit tersebut adalah mengincar iming-iming bank pengeluar kartu kredit. Rayuan bank penerbit beragam mulai dari bonus merchandise hingga undian mendapatkan telepon seluler dan DVD player.
Toh, untuk mendapatkan kartu kredit bukan persoalan sulit. Sebanyak sembilan dari 12 kartu kredit koleksi Rusmin diperoleh melalui telemarketing. “Tinggal menyebut datadata yang ditanya, lalu sekitar dua minggu kartu kredit dikirim ke alamat saya,” katanya sambil mengenang kisah beberapa tahun lampau tersebut. Kini, Rusmin cuma menyelipkan satu kartu kredit di dompetnya.
Memasarkan kartu kredit secara telemarketing memang lumrah dilakukan sejumlah bank penerbit kartu kredit. Bahkan, cara tersebut masih lazim dilakukan meski Bank Indonesia (BI) sudah merilis aturan pengetatan kepemilikan kartu kredit sejak tahun lalu. “Sebulan lalu saya ditelepon bank setelah sebelumnya saya menutup kartu kredit tersebut. Mereka menwarkan kenaikan plafon, tapi tidak saya ambil,” ujar Melati Elandis, seorang karyawan swasta.
Selain telemarketing, penawaran kartu kredit marak dilakukan dalam pusat-pusat perbelanjaan. Novita, karyawan bagian keuangan salah satu perusahaan di Jakarta mengaku empat kartu kredit miliknya diperoleh ketika sedang plesiran di mal. Proses pembuatan kartu pun tak lama, cuma satu hingga dua pekan.
Kemudahan memperoleh kartu kredit dan aneka promo yang menarik merupakan alasan utama masyarakat getol mengoleksi banyak kartu kredit. Misalnya, pemegang kartu kredit Bank Central Asia (BCA) dan Bank Negara Indonesia (BNI), masih mau membuat kartu kredit Citibank karena bank tersebut bekerjasama dengan produsen sebuah produk kecantikan. Sedangkan Novita memilih kartu kredit BCA karena bisa memanfaatkan fasilitas buy one get one saat menonton film di salah satu bioskop. Ia juga mengoleksi kartu kredit Bank Mandiri karena memiliki program cicilan pembelian produk tertentu hingga 12 bulan.
Farah, project manager sebuah perusahaan di Jakarta, juga punya dalih mengoleksi tiga kartu kredit sekaligus. “BCA, Bank Mega dan Mandiri masing-masing mempunyai program yang kebetulan cocok dengan kebutuhan saya,” kata perempuan usia 24 tahun ini.
Para nasabah kartu kredit ini malah mengaku tidak terlalu mempedulikan hitungan besaran bunga, iuran tahunan dan denda keterlambatan pembayaran kartu kredit. Alasannya, hampir semua bank menawarkan besaran yang tak terlampau beda, terutama untuk produk kartu kredit reguler, sehingga tetap terjangkau kocek.
Belum tersosialisasi
Meski sangat familiar dengan produk kartu kredit, ternyata tak semua pemegang kartu kredit mendengar “seruan” BI yang akan menerapkan pembatasan kepemilikan kartu kredit dua tahun lagi.
Merujuk informasi dalam surat edaran BI tentang Mekanisme Penyesuaian Kartu Kredit yang dirilis pada tahun lalu, pemegang kartu kredit berpenghasilan di bawah Rp 10 juta per bulan dan memiliki lebih dua kartu kredit dari dua bank penerbit, diberi kesempatan untuk memilih sendiri kartu kredit
yang ingin dipertahankan.
Nah, Farah dan Novita masuk kategori yang mesti menyortir jumlah kartu kredit mereka. Maklum, dengan penghasilan di bawah Rp 10 juta, mereka sudah mengoleksi lebih dari dua kartu kredit.
Farah mengaku keberatan karena pembatasan jumlah kartu akan memperkecil total plafon pinjaman dari semua kartu kreditnya.
Sedangkan Novita tidak mempersoalkan kebijakan tersebut. “Saya akan memilih kartu kredit yang fasilitasnya bagus, memberikan banyak promo yang sesuai dengan kebutuhan saya dan kalau bisa tidak ada iuran tahunan,” kata Novita. Namun, dia mengaku, sejauh ini belum menerima informasi dari bank perihal kebijakan ini.
General Manager Credit Card BRI Mohammad Helmi bilang, meski garis besar mekanisme penutupan kartu kredit sudah ada tapi jadwal rinci dari setiap proses memang belum ada. Pasalnya, BI masih melakukan koordinasi dengan perbankan dan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI).
Disinggung soal peluang memperebutkan pemegang kartu kredit seperti Farah dan Novita, Helmi justru pesimistis bank bisa melakukan itu. Senada dengan alasan para pemegang kartu kredit dalam memilih kartunya, Helmi mengatakan bahwa program dan fasilitas yang ditawarkan penerbit akan sangat mempengaruhi keputusan orang memilih kartu kredit. Jadi keputusan memilih ada di tangan konsumen.
General Manager BNI Card Center Dodit Wiweko Probojakti juga mengakui kondisi tersebut. “Kalau ditanya apakah optimistis bisa merebut pasar tersebut, kami optimistis. Namun semua tetap tergantung kepada pilihan konsumen,” tandas Dodit.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 33 - XVII, 2013 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News