kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Nilai aset Intan Baruprana susut jadi Rp 2,18 T


Sabtu, 16 Desember 2017 / 12:19 WIB
Nilai aset Intan Baruprana susut jadi Rp 2,18 T


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis utang yang dialami PT Intan Baruprana Finance (IBF) Tbk, menekan kinerja perusahaan ini. Bahkan anak usaha PT Intraco Penta Tbk itu untuk sementara menghentikan penyaluran pembiayaan baru.

Maklum, IBF masih berada dalam masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Masa PKPU emiten berkode saham IBFN ini dimulai pada 13 Oktober lalu, dan diperpanjang selama enam puluh hari sejak 27 November 2017. Alhasil, proses PKPU IBF akan berakhir pada akhir Januari tahun depan.

Nilai tagihannya mencapai sekitar Rp 1,75 triliun. Terdiri dari tagihan kreditur separatis sebesar Rp 1,34 triliun, dan tagihan kreditur konkuren sekitar Rp 420 miliar.

Akibat permasalahan utang tersebut, aset IBF per kuartal III-2017 tercatat sebesar Rp 2,18 triliun. Jumlah ini turun sekitar 10,28% dibandingkan akhir tahun 2016 yang senilai Rp 2,43 triliun.

Direktur IBF Noel Krisnandar Yahja menyatakan, pihaknya harus berfokus pada perbaikan kewajiban perusahaan. Terutama untuk merestrukturisasi sejumlah utang yang jatuh tempo di tahun ini.

Awal tahun 2017, IBF berupaya merestrukturisasi utang dengan sejumlah kreditur. Di antaranya merestrukturisasi utang dari Bank Maybank Syariah pada Maret 2017, dan Indonesia Eximbank selang sebulan berikutnya. IBF juga merestrukturisasi kredit dari Bank BNI Syariah dan Bank Mestika Dharma.

Nah setelah IBF masuk ke dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada Oktober 2017, IBF menghentikan sementara penyaluran pembiayaan baru, sebagai konsekuensi dari kesepakatan dengan para kreditur. "Kami hanya mengelola pembiayaan berjalan agar fokus ke pembahasan proposal perdamaian," kata Noel, Jumat (15/12).

Akibatnya, financing to asset ratio IBF turun dari 83,09% per Desember 2016 menjadi 79,72% per September 2017. Terbatasnya ruang gerak IBF bisa dibilang mengganjal grup Intraco Penta.

Investor Relations Strategist Intraco Penta, Ferdinand Dion, menyatakan, tren permintaan alat berat tahun ini justru sedang bergairah. Alhasil, IBF tidak bisa memaksimalkan potensi pertumbuhan pasar yang ada di depan mata. "Permintaan alat berat di Intraco Penta saja mencatatkan kenaikan sebesar 60%," ujar Ferdinand.

Incar infrastruktur

Agar tak terpuruk semakin dalam, manajemen IBF menyiapkan sejumlah strategi. Salah satu rencana yang disiapkan oleh perseroan ini adalah memperdalam penetrasi pembiayaan di segmen pabrik (factoring) untuk kebutuhan infrastruktur. Strategi tersebut mengacu pada prediksi besarnya kebutuhan alat berat untuk proyek-proyek infrastruktur hingga beberapa tahun ke depan.

Maklum, pemerintah masih menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai fokus program pemerintah. Fokus pemerintah ini berpotensi menjaga tren kenaikan permintaan alat berat.

Namun saat ini, sektor pertambangan mendominasi portofolio pembiayaan IBF dengan porsi 41%. Sementara pembiayaan sektor transportasi dan migas menopang masing-masing 28% dan 13%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×