kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

OJK minta asuransi jiwa perhatikan pengelolaan investasi di unitlink dan endowment


Kamis, 10 Desember 2020 / 15:40 WIB
OJK minta asuransi jiwa perhatikan pengelolaan investasi di unitlink dan endowment
ILUSTRASI. OJK meminta industri asuransi jiwa memperhatikan pengelolaan aset investasi khususnya pada produk unitlink dan endowment.


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri asuransi jiwa memperhatikan pengelolaan aset investasi khususnya pada produk unitlink dan endowment yang mendominasi premi sekitar 60% per tahun.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah menemukan fenomena, bahwa pengelolaan dua produk tersebut justru berdasarkan profit atau bottom line yang dihasilkan dari investasi bukan underwriting. Artinya, jika investasi gagal maka pengaruh ke likuiditas perusahaan.

"Bahkan di beberapa perusahaan ada subsidi silang antara hasil underwriting itu justru disubsidi oleh hasil investasi," kata Nasrullah, Kamis (10/12).

Akibatnya, pengelolaan investasi asuransi ikut bermasalah. Apalagi, terdapat beberapa perusahaan yang mengelola aset melebihi kemampuan atau excessive risk taking yang dinilai terlalu berisiko.

"Mereka melakukan investasi terlalu berisiko. Bahkan ditaruh di saham-saham berisiko tinggi, mungkin di grup perusahaan yang punya risiko eksposure tersendiri," ungkapnya.

Baca Juga: Begini strategi investasi asuransi jiwa untuk mengerek kinerja unitlink di 2021

Hal itu tidak lepas dari tahap pertama sewaktu penjualan dan mendesain produk. Nasrullah memperkirakan, perusahaan asuransi terlalu optimistis, bahkan menjaminkan imbal hasil di luar kemampuannya.

"Itu semua karena ada target ingin mendapatkan premi lebih, istilahnya hunger premium. Jadi mereka jor-joran jualan, penempatan investasi tidak pas, excessive risk taking, ditambah kondisi Covid-19 seperi ini, jatuh perusahaan," ujarnya.

Konsekuensi yang terjadi adalah perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada nasabah. Jika itu terjadi maka regulator meminta pemegang saham pengendali untuk tambah modal.  

"Jika itu tidak terjadi, ya sudah, berarti perusahaan itu gagal, dan ini yang kami khawatirkan akan berakibat kepada industri secara keseluruhan," terangnya.

Baca Juga: Kecewa, nasabah saving plan bakal layangkan class action ke Jiwasraya hingga OJK



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×