Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2014 tentang pungutan lembaga keuangan. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto mengatakan, usulan itu telah secara secara resmi diusulkan OJK kepada pemerintah.
"Pelaku industri jasa keuangan akan dilibatkan untuk memberi masukan dalam proses penyusunan amandemen tersebut," katanya, Rabu (24/12).
Usulan dilayangkan melalui Surat Ketua Dewan Komisioner OJK tanggal 5 Desember kepada Menteri Keuangan. PP ini merupakan turunan UU nomor 21 tahun 2011 tentang OJK yang mewajibkan pelaku industri jasa keuangan membayar pungutan.
Hasil pungutan digunakan untuk mendanai kegiatan operasional OJK. Praktek semacam ini dilakukan oleh otoritas semacam OJK di negara lain. UU Pasar Modal sudah terlebih dahulu mewajibkan pembayaran pungutan kepada pelaku pasar modal dan SRO.
Prinsip dasar penggunaan hasil pungutan oleh OJK adalah konsep recycling atau pengembalian pungutan ke industri dengan nilai tambah dalam bentuk pengaturan dan pengawasan yang lebih baik, dan pengembangan kapasitas industri untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam rangka recycling, OJK saat ini sedang membangun Pusat Pelayanan Informasi nasabah keuangan/debitur dan industri agar masyarakat dapat meng-akses data/info tentang profil nasabah keuangan/debitur bank tanpa biaya.
Berdasarkan perhitungan OJK, pungutan akan menambah beban bank sebesar rata-rata 0,01% dari total biaya operasional, sedangkan manfaat bagi industri dan tingkat keuntungan perbankan Indonesia rata-rata masih jauh lebih tinggi dibanding perbankan di kawasan ASEAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News