Reporter: Ferrika Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatur isi portofolio investasi industri asuransi akan segera terlaksana. OJK juga mengatur pembatasan investasi pada produk asuransi berbalut investasi (Paydi) sebagai bagian mitigasi risiko.
Hingga saat ini draft aturan terkait Paydi masih digodok OJK. Di sisi lain, pembatasan investasi tersebut mendapat tanggapan dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyebut, draft aturan itu mengatur penempatan investasi bagi pihak yang terafiliasi dengan perusahaan paling banyak 10% dari aset masing - masing subdana. Kecuali afiliasi yang terjadi karena penyertaan modal pemerintah.
"Kemudian penempatan investasi pada satu pihak paling banyak 15% dari aset masing-masing subdana, kecuali deposito pada bank umum dan investasi pada surat berharga pemerintah," kata Togar, Minggu (7/3).
Dengan adanya ketentuan itu, asosiasi berharap OJK mempertimbangkan mengenai penempatan investasi pada satu pihak paling banyak 15% terutama untuk penempatan reksadana karena sudah ada pembatasan 10% per emiten pada level reksadana itu sendiri.
Menurut Togar, pembatasan penempatan investasi tersebut akan mempersempit kesempatan masyarakat mendapat akses terhadap produk asuransi saat pandemi. Untuk itu, relaksasi pemasaran Paydi melalui penjualan secara tatap muka tidak bisa langsung menjadi permanen.
Baca Juga: Begini strategi Asabri untuk memperbaiki kinerja investasi
Hal itu perlu dipertimbangkan karena unitlink terus mencatatkan kinerja positif. Pada kuartal III 2020 premi unitlink berkontribusi sebesar 63,9% dari total premi industri. Nilai itu naik dari porsi kuartal sebelumnya yakni 62,6%.
Menurut Togar, hal tersebut menunjukkan bahwa unitlink masih menjadi produk yang sangat diminati di kalangan masyarakat. AAJI tetap berharap revisi aturan tersebut dapat membantu pertumbuhan industri asuransi jiwa.
Sementara itu, Deputi Direktur Pengawasan Asuransi OJK Kristianto Andi Handoko menjelaskan bahwa produk paydi diperuntukkan bagi calon pemegang polis yang sudah memahami investasi dengan baik. Artinya, pemasaran paydi menyasar konsumen tertentu.
"Profil paydi ini sudah ke konsumen potensial khusus. Untuk itu, kemudian kita perlu batasan produk yang memang calon konsumennya juga tertarik," jelas Kristianto.
Dibandingkan paydi, asuransi tradisional memperbolehkan investasi pada properti seperti tanah dan bangunan. Sementara paydi, mengharuskan investasi yang bersifat likuid karena sewaktu - waktu nasabah mengajukan klaim surrender untuk mendapatkan nilai tunai.
"Makanya harus likuid, barangnya harus ada. Kemudian OJK menganggap perlu diatur pembatasan investasi tersebut," pungkas dia.
Selanjutnya: Asuransi ramai-ramai bayar klaim bencana di awal 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News