kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ongkos bank infrastruktur terlalu mahal


Kamis, 26 Januari 2012 / 09:42 WIB
Ongkos bank infrastruktur terlalu mahal
ILUSTRASI. Stan ban mobil GT Radial produksi PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL)


Reporter: Yudho Winarto, Roy Franedya | Editor: Edy Can

JAKARTA. Pemerintah serius merespons usulan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) untuk membentuk bank infrastruktur. Kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membahas masalah ini di sidang kabinet. Rapat ini juga mendengarkan paparan Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution.

Menurut SBY, pembentukan bank ini sudah mendesak demi menjamin implementasi pembangunan infrastruktur. "Sisi perbankan harus kami pastikan juga tersedia," kata SBY. Pembentukan bank ini bagian program percepatan dan perluasan masterplan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI).

Darmin mengatakan, bank infrastruktur membutuhkan undang-undang (UU) khusus, karena bukan bank umum. Masalah sumber dana, "Bisa APBN atau BUMN. Daripada BUMN menyimpan dana di deposito, lebih baik digunakan ke hal produktif," ujar Darmin. Menurutnya, saat ini adalah tepat membuat bank infrastruktur, mengingat pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia baik.

Ada beberapa mekanisme pembentukan bank infrastruktur yang disiapkan pemerintah. Pertama, dengan memperkuat lembaga keuangan, seperti PT Sarana Multi Infrastruktur dan PT Indonesia Infrastructure Finance. Kedua membentuk bank baru khusus infrastruktur.

Saat ini, pemerintah menyiapkan UU, menyusun budget dan sumber pendanaan. "Pembentukan bank ini membutuhkan dana sebesar Rp 170 triliun," ujar Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian. Kelak, bank ini akan menanggung pembangunan infrastruktur yang diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp 1.700 triliun.

Ekonom Universitas Gajah Mada, Tony Prastiantono mengatakan, pembentukan bank infrastruktur kurang realistis, karena terlalu mahal. Pasalnya, kebutuhan dananya harus mampu membiayai proyek infrastruktur . Dana ini untuk operasional dan garansi proyek. Lebih baik pemerintah agresif membangun infrastruktur menggunakan anggaran hasil pengurangan subsidi BBM. "Dalam batas tertentu, bisa menggunakan bank BUMN," usul Tony.

Indonesia pernah memiliki bank khusus infrastruktur, yakni Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Tapi bank ini banyak membiayai proyek jangka panjang yang tidak memenuhi syarat dan akhirnya kolaps, dibobol bos Golden Key Grup, Eddy Tansil, Rp 1,3 triliun. Bapindo kini melebur ke Bank Mandiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×