Reporter: Ahmad Ghifari | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Peminat asuransi mikro diprediksi akan terus bergairah seiring dengan penetrasi yang perlahan mulai bertambah. Potensi pasar yang bisa digarap masih terbuka lebar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga September 2019 premi asuransi mikro sebesar Rp 3,2 triliun. Sementara itu jumlah pesertanya sebanyak 25,86 juta. Adapun jumlah klaim sebanyak 129,638 dengan nominal klaim sebesar Rp 608 miliar.
Baca Juga: Ada Reksadana ditutup, ini yang dilakukan Investor
Bila dibandingkan sepanjang tahun 2018, premi asuransi mikro sebesar Rp 3,5 triliun. Sementara itu jumlah pesertanya sebanyak 24 juta. Adapun jumlah klaim sebanyak 41,599 dengan nominal klaim sebesar Rp 754,51 miliar.
Head of Micorinsurance AAJI Ansar Arifin mengatakan, asuransi mikro ini bisa menjadi ceruk pasar yang bagus untuk kedepannya. AAJI optimis bila perusahaan asuransi fokus mengembangkan asuransi mikro, ini sebagai pintu masuk untuk meningkatkan literasi dan juga untuk meningkatkan inklusi.
Ansar Arifin bilang, potensi bisnis ini masih akan terbuka lebar karena potensi pasar indonesia masih cukup besar dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, dan juga pertumbuhan ekonomi yang bagus, itu akan mendorong potensi bisnis ini.
“Jumlah premi masih mini. Produk ini awalnya didesain untuk CSR, namun dari lini bisnis ini mampu meningkatkan profit bagi perusahaan yang bermain di bisnis asuransi mikro,"kata Ansar Arifin kepada Kontan.co.id, Senin (25/11).
Baca Juga: Kantongi data rekening, Kantor Pajak bakal kejar para Youtuber
Menurut Ansar saat ini, belum semua pemain asurasi ini menjual produk mikro. Dengan semakin banyaknya perusahaan asuransi yang bermain di asuransi mikro, semakin banyak saluran distribusinya, dan semakin banyak menjualnya, makan penetrasinya akan semakin tinggi juga. Dengan begitu juga dapat untuk meningkatkan pendapatan premi.
Saat ini dibutuhkan inovasi produk dan saluran digital perlu dikembangkan juga untuk penetrasi pasarnya. Namun, masih banyak masyarakat yang belum memahami saluran digital yang difasilitasi oleh perusahaan asuransi.