kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Ada Reksadana ditutup, ini yang dilakukan Investor


Senin, 25 November 2019 / 22:43 WIB
Ada Reksadana ditutup, ini yang dilakukan Investor
ILUSTRASI. Minna Padi Investama Sekuritas


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Investor diminta untuk tidak mengambil tindakan gegabah dalam menyikapi kondisi pasar reksadana saat ini. Meskipun saat ini tengah terjadi beberapa masalah pada bisnis reksandana, namun secara industri kinerja instrumen investasi tersebut masih positif.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, secara industri kinerja reksadana Tanah Air cukup positif dan tidak memiliki masalah apalagi likuiditas. Bahkan per Oktober 2019 total dana kelolaan berhasil menembus rekor baru sekitar Rp 540 triliun. 

Baca Juga: OJK bubarkan 6 produk reksadana Minna Padi, ini dampaknya ke IHSG

Meskipun begitu, Wawan mengakui dari sekitar 330 reksadana yang ada saat ini terdapat sekitar 10% reksadana yang terkesan anomali. Arti anomali di sini maksudnya, beberapa reksadana menawarkan return atau imbal hasil di luar batas wajar. Alhasil, ketika terjadi penurunan di pasar, returnnya pun bisa melorot di bawah 40%.

Padahal, Wawan menegaskan untuk penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang year to date (ytd) 2019 baru berkisar 1%. Sehingga, untuk reksadana saham yang beroperasi sesuai dengan ketentuannya, penurunan yang terjadi tidak akan jauh dari pergerakan indeks.

"Ada beberapa reksadana saham, sekitar 10% dari total atau 35-40 reksadana. Memang ada beberapa reksadana yang Manajemen Investasinya (MI) mungkin sangat tidak prudent dan mencari potensi imbal hasil paling tinggi," ujar Wawan kepada Kontan, Senin (25/11). 

Menurutnya, resksadana saham anomali muncul lantaran MI telah mengesampingkan faktor risiko yang ada. Umumnya, mereka masuk ke saham-saham second liner atau bahkan third liner, sehingga saat terjadi penurunan signifikan manajemen akan mengalami kerugian cukup dalam. 

Baca Juga: Tahun 2020, investasi asuransi jiwa diramal tumbuh 7%

Untuk itu, investor diminta untuk kembali ke tujuan awal berinvestasi. Umumnya investor yang masuk reksadana saham memiliki tujuan berinvestasi jangka panjang atau hingga 5  tahun. Sedangkan untuk jangka pendek bisa masuk ke reksadana pasar uang. 

Sehingga, keputusan untuk redeem pun diharapkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Wawan juga menekankan bahwa diversifikasi perlu dilakukan, terlebih saat kondisi makro ekonomi tahun ini dan tahun depan lebih mengacu ke prospek reksadana berbasis obligasi, ketimbang saham.

"Intinya investor jangan melakukan panic selling, harus sesuai peruntukkanya. Investor juga bisa melakukan switching, misal dari pasar uang ke pendepatan tetap, sesuai profil risiko masing-masing," jelasnya. 

Baca Juga: OJK Bubarkan Reksadana Minna Padi, Investor Tidak Bisa Menarik Dana premium

Di sisi lain, MI tidak berhak untuk mempengaruhi investor atau bahkan menolak investor yang ingin melakukan redeem. MI baru berhak menolak jika total permintaan redeem dalam sehari sudah melampaui 20% dari total dana kelolaan, itu pun sekedar pembatasan dan sudah bisa diproses di hari berikutnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×