kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Pendanaan jadi kendala spin off asuransi syariah pada 2024


Minggu, 02 Desember 2018 / 23:08 WIB
Pendanaan jadi kendala spin off asuransi syariah pada 2024
ILUSTRASI. ilustrasi keuangan syariah


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewajibkan perusahaan asuransi untuk melakukan pemisahan diri dari induk usaha atau spin off tahun 2024, masih terhalang kendala

Sampai November 2018, OJK mencatat bahwa terdapat sekitar 48 perusahaan asuransi yang belum melakukan spin off. Padahal, batas waktu ketentuan spin off semakin dekat, yaitu bulan Oktober 2024.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Ahmad Syaroni mengatakan ketentuan spin off masih terkendala sejumlah faktor.

Pertama, perusahaan kesulitan memenuhi syarat batas modal yang disetor sebesar Rp 75 miliar. Terdiri dari modal awal Rp 50 miliar dan dana tambahan Rp 25 miliar untuk cadangan dan existing.

“Untuk mencapai target 2024, perusahaan asuransi khususnya, lokal sedang mencari pendanaan. Seperti diketahui, perusahaan asuransi syariah itu adalah perusahaan kecil, dan kemungkinan persyaratan modal ke depan bisa lebih tinggi,” kata Syaroni di Jakarta, belum lama ini.

Di tambah lagi, menurutnya, perbankan syariah semakin selektif memberikan pendanaan karena tingkat kredit masalah (NPF) terus naik. Akibatnya, penyaluran kredit perbankan lebih ketat, sedangkan perusahaan asuransi masih mengandalkan 40%-50% pendanaan dari perbankan.

Sedangkan faktor kedua, perusahaan juga dibebankan besaran fix cost sekitar Rp 20 miliar untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan divisi umum. Sementara besaran beban usaha Rp 20 miliar untuk biaya akuisisi dan pemasaran.

Berbagai kendala tersebut, membuat tingkat kepercayaan diri perusahaan asuransi syariah untuk spin off turun. Merujuk data AASI, awalnya perusahaan asuransi jiwa masih optimistis di angka 82,6%, tapi turun menjadi 45%. Sedangkan asuransi umum dan reasuransi yang awalnya optimistis 80,6%, turun signifikan menjadi 22%.

Maka untuk mengantisipasi itu, OJK telah menentukan batas akhir pendaftaran dan menyerahkan peta jalan spin off pada tahun 2020. Dalam kondisi ini, regulator juga mencari solusi baru terhadap perusahaan-perusahaan asuransi yang tidak melakukan pendaftaran spin off.

Tenggat waktu spin off itu tertuang dalam undang-undang nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian dan Peraturan OJK Nomor 67/POJK.05/2016

Pada kesempatan berbeda, Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan bahwa terdapat 48 perusahaan asuransi yang belum melakukan spin off hingga November 2018. Jumlah tersebut terdiri dari 22 unit syariah asuransi jiwa, 24 unit syariah asuransi umum, dan 2 unit syariah reasuransi

Ia memperingatkan kepada perusahaan asuransi tidak melakukan spin off sampai dengan batas waktu yang ditentukan, maka OJK akan memberikan sanksi berupa pencabutan izin unit syariah perusahaan.

“Selanjutnya perusahaan wajib menyelesaikan pengalihan portofolio unit syariah kepada perusahaan asuransi syariah lain yang telah ada,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×