Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat perbankan dalam menerbitkan surat utang alias obligasi masih cukup besar di tahun ini untuk menunjang likuiditas jangka panjang. Walau begitu, bankir juga masih akan melihat arah pergerakan suku bunga acuan yang akan berpengaruh terhadap kupon obligasi.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) misalnya yang berencana untuk kembali merilis obligasi di semester kedua tahun ini. Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyebut langkah ini diambil karena sudah ada surat utang yang bakal jatuh tempo tahun ini.
“Jadi penerbitan obligasi salah satunya untuk menunjang likuiditas jangka panjang perseroan. Untuk nilainya sekitar Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun yang dapat diterbitkan sampai dengan 2025,” ujar Yuddy kepada kontan.co.id, Jumat (14/4).
BJB akan menggunakan dana hasil penerbitan obligasi untuk mendukung ekspansi kredit. Adapun sampai dengan akhir tahun ini, BJB memproyeksikan pertumbuhan kredit pada kisaran 10%-12%.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Turun Pada Februari 2023, Harus Tenang Atau Khawatir?
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk juga akan kembali menerbitkan obligasi di tahun ini. Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN, Nofry Rony Poetra mengatakan, pada kuartal ketiga tahun ini BTN berencana menerbitkan obligasi senilai Rp 1 triliun. Nofry menyebut setiap tahun BTN memang selalu ada rencana untuk menghimpun dana dari pasar modal.
"Untuk proses penerbitan obligasi biasanya kurang lebih tiga bulan sebelum baru kita mulai prosesnya, biasanya tiga bulan sebelum penerbitan kita ada beauty contest untuk memilih semua lembaganya. Tidak hanya ada underwriter tetapi juga ada wali amanat, ada konsultan hukum, dan lain-lain," tutur Nofry.
Nofry menyebutkan, rencana penggunaan dananya, yakni untuk mendukung kredit dan bisnis BTN di tahun 2023 ini.
Baca Juga: Suku Bunga Sudah Tinggi, Prospek Investasi Obligasi Tahun Ini Positif
Bank Mandiri telah mengumpulkan pendanaan sebesar US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,5 triliun dari penerbitan obligasi global. Obligasi global tersebut memiliki tenor 3 tahun dengan kupon sebesar 5,5%.
Penerbitan obligasi global ini menerima lebih dari US$ 3,1 miliar permintaan pada saat proses orderbook atau kelebihan permintaan (oversubscription) mencapai 10,3 kali dari jumlah yang diterbitkan dan merupakan oversubscription terbesar yang pernah dicapai oleh Bank Mandiri.
Direktur Treasury dan International Banking Bank Mandiri Eka Fitria menyampaikan, tingkat oversubscription tertinggi dalam sejarah penerbitan obligasi global Bank Mandiri ini merupakan sebuah pencapaian dan bukti bahwa investor percaya kepada kinerja Bank Mandiri di tengah maraknya sentimen negatif pasar kepada sektor perbankan dan pasar global.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha menambahkan, penggunaan dana dari penerbitan global bond akan digunakan untuk mendukung pengembangan bisnis perseroan dan memperkuat struktur pendanaan valas Bank Mandiri.
"Dana tersebut juga akan digunakan untuk membiayai aset valas dengan imbal hasil yang optimal," kata Rudi.
Baca Juga: Dalam Tren Penurunan, Yield Obligasi Bertenor 10 Tahun Diramal Menyentuh 6,4%
Adapun Direktur Syariah Banking CIMB Niaga, Pandji P. Djajanegara mengakui ada rencana untuk menerbitkan lagi sukuk mudharabah.
"Tapi kami sangat lihat kondisi. Pertama terkait pricing, karena semua sedang naik terus. Kedua, opsi likuiditas masih banyak di market dan di internal, jadi masih lihat kondisi ini,” tutur Pandji.
Sementara itu, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, tren penerbitan obligasi tahun ini akan sedikit melambat seiring dengan tren kenaikan suku bunga global.
"Tentu pergerakan suku bunga akan berpengaruh pada obligasi dan kenaikan suku bunga berdampak pada kupon obligasi yang juga harus semakin tinggi," katanya.
Trioksa memproyeksikan rasio likuiditas perbankan berdasarkan loan to deposit ratio (LDR) untuk perbankan Indonesia akan berkisar antara 70%-90%. "Agak menurun namun masih tetap terjaga stabil," imbuh Trioksa.
Adapun rasio LDR perbankan berdasarkan data OJK berada di level 75,68% per Februari 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News