Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat menjatuhkan vonis nihil kepada Bos PT Trada Alam Moneta Tbk Heru Hidayat. Selain itu, Heru Hidayat juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 12,6 triliun. Putusan tersebut lebih ringan ketimbang tuntutan yang diberikan Jaksa yaitu pidana hukuman mati.
Pakar hukum perbankan sekaligus mantan Kepala Pusat pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein berpendapat, jika dilihat dari dakwaan yang menggunakan Pasal 2 Ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, vonis terhadap Heru Hidayat sudah tepat.
Meskipun, Yunus mengakui dirinya baru mengetahui bahwa ada aturan terkait vonis nihil bagi terpidana yang telah dijatuhi hukuman maksimal sebelumnya.
“Saya juga baru tahu rupanya jika sudah dijatuhi hukuman maksimal di kasus sebelumnya tidak bisa dijatuhi hukuman lagi,” ujar Yunus kepada Kontan.co.id, Rabu (19/1).
Baca Juga: Heru Hidayat Terdakwa Korupsi Asabri Dipidana Nihil, Jampidsus Perintahkan Banding
Yunus juga bilang, vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa untuk Heru Hidayat yakni pidana hukuman mati. Ia melihat perlu syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang layak mendapatkan hukuman tersebut.
Sementara itu, terkait uang pengganti yang harus dibayarkan, Yunus menilai besaran nilai tersebut tidak perlu dipermasalahkan karena sudah dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“BPK sudah memiliki cara hitungannya sendiri yang saya tahu sederhana,” ungkap Yunus.
Terlepas dari semua itu, Yunus berharap hukuman-hukuman maksimal seperti ini bisa konsisten diberikan pada tersangka-tersangka korupsi lainnya. Bukan tanpa alasan, hal tersebut agar menimbulkan efek jera bagi pelaku.
“Jangan sekarang hukumannya berat, besok-besok dikasih hukuman yang ringan,” pungkas Yunus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News