Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) terus melakukan langkah-langkah guna menggerakkan roda perekonomian yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Salah satunya menurunkan suku bunga acuan.
BI menurunkan suku bunga acuan, BI 7 day reverse repo rate (7DRR), sebesar 25 basis poin menjadi 4%, pada 15 Juli -16 Juli 2020 lalu. Padahal, belum genap sebulan BI menurunkan suku bunga menjadi 4,25%. Jika ditarik mundur, BI telah memangkas 7DRR sebanyak 150 bps dari April 2019 hingga April 2020
Dengan kian menurunnya suku bunga acuran pemerintah berharap kredit, seperti kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor akan meningkat. Di sisi lain, pemangkasan suku bunga BI akan mengakibatkan penurunan minat masyarakat menyimpan uang di deposito. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan perputaran uang di masyarakat.
Benarkah demikian? Dalam riset insurtech asuransi, Lifepal.co.id yang diterima Kontan.co.id akhir pekan lalu menunjukkan, dampak pemangkasan tingkat suku bunga baru terlihat secara signifikan dalam jangka waktu di atas tiga tahun. Dan uniknya, jumlah simpanan berjangka (deposito) yang ada di bank konvensional juga tetap bertumbuh.
Terhitung sejak 2016, bank sentral berkali-kali menurunkan suku bunga dari yang awalnya 7,5% hingga mencapai titik terendahnya di 4,25% pada Oktober 2017 hingga Mei 2018.
Lalu Ssku bunga kembali dinaikkan pada Juni 2018. Mulai dari Juni 2018 sebanyak 25 basis poin jadi 4,50%. Hampir setiap bulan, suku bunga pun terus dinaikkan hingga mencapai 6% di Desember 2018. Suku bunga acuan yang sebesar 6% terus dipertahankan hingga Juli 2019, sebelum akhirnya diturunkan kembali secara perlahan hingga menyentuh 4,50% di April 2020.
Penurunan suku bunga tentunya diharapkan berimbas pada peningkatan kredit. Namun, apakah kebijakan penurunan suku bunga ini langsung mengerek kredit? Sebut saja, pada tahun 2016, jumlah penyaluran dana berupa kredit pada pihak ketiga maupun bank lain adalah 9,67%.
Sementara itu di tahun 2017 mencapai 10%. Di tahun 2018, penyaluran kredit naik drastis menjadi 14,8%. Padahal pada tahun tersebut, tepatnya mulai bulan Juni 2018, suku bunga acuan naik perlahan hingga mencapai puncaknya pada bulan desember dengan 6%.
Seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah akhirnya kembali menurunkan suku bunga di Juli 2019, namun penyaluran kredit bank konvensional di 2019 menurun yaitu 8,12%.
Lantas bagaimana di masa pandemi Covid-19? Terhitung sejak Januari hingga April 2020, penyaluran dana kredit bank konvensional yang tertera di laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru mencapai 1,96%. Seperti diketahui, dalam rentang waktu Januari hingga April, Suku Bunga BI sudah dipangkas dua kali, yakni dari 5.00% menjadi 4,50% atau turun 50 basis poin.
Dengan adanya pemangkasan suku bunga BI, tentu saja bunga keuntungan dari deposito menjadi berkurang. Jadi, meski jumlah simpanan berjangka tersebut dilaporkan naik, tren pertumbuhan justru berkurang.
Lifepal mencatat, di sepanjang tahun 2016, persentase simpanan berjangka di bank konvensional tercatat 6,14% sementara itu di tahun 2017 mencapai 6,21%. Meski demikian, pertumbuhan simpanan berjangka di tahun 2018 justru hanya 4,9%, dan di tahun 2019, hanya 2,9%.
Sekali lagi, pemotongan suku bunga BI memang bisa mendorong pertumbuhan kredit. Hanya saja dampak dari kebijakan ini tidak akan berdampak langsung. Terlebuh saat pandemi seperti sekarabg.
Ketika sumber penghasilan hilang, maka besar kemungkinan bagi seseorang untuk mengurangi pengeluaran, menunda pembelian aset, dan menunda investasi. Pengucuran kredit yang dilakukan oleh bank juga harus dengan hati-hati. Sebab, jika seorang nasabah tiba-tiba kehilangan penghasilannya, maka risiko kredit macet yang dialami bank cukup tinggi. Alih-alih mendorong perekonomian, hal ini justru bisa menciptakan masalah baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News