Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyaluran kredit PT Bank Central Asia (BBCA) diperkirakan bergerak stagnan alias flat di tahun 2024. Walau demikian, BBCA diproyeksi mampu mengungguli rekan-rekannya berkat likuiditas dan ketahanan margin yang kuat.
Analis NH Korindo Sekuritas Leonardo Lijuwardi memaparkan bahwa manajemen BBCA memproyeksi panduan 2024 akan nampak konservatif. Salah satu faktor yang cukup berpengaruh adalah situasi dan kondisi, dimana posisi dari para pelaku bisnis yang nampaknya masih berada dalam posisi wait and see menunggu situasi stabil pasca pemilihan umum (pemilu).
Panduan pertumbuhan kredit BBCA diproyeksikan berada di level 9-10%, Net Interest Margin (NIM) berada di level 5,5% - 5,6%, Cost of Credit (CoC) relatif stabil berada di level 30 bps-40 bps, Cost to Income Ratio (CIR) berada di angka 34 bps-35 bps dan angka Loan at Risk (LAR) akan diindikasikan berada di angka 4%-6% untuk 2024.
Baca Juga: IHSG Hari Ini Melemah 0,97%, Cek Proyeksi dan Rekomendasi Saham untuk Kamis (4/4)
“BBCA mempersiapkan fondasi kokoh untuk menghadapi 2024,” ungkap Leonardo dalam riset 30 Januari 2024.
Adapun di sepanjang tahun 2023 lalu, BBCA mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit yang solid sebesar 13,9% secara Year on Year (YoY) menjadi sebesar Rp 810.4 triliun. Pertumbuhan kredit BBCA masih bertumbuh di semua segmen.
BBCA mencetak kinerja gemilang untuk 2023 dengan mencetak laba bersih sebesar Rp 48,6 triliun yang meningkat sekitar 19,4% YoY. Peningkatan net profit ini didukug oleh kenaikan pendapatan yang solid berkat kontribusi kenaikan Net Interest Income (NII) 17,5% menjadi Rp 75,4 triliun akibat era suku bunga tinggi dan pendapatan non bunga alias Non Interest Income yang menunjukkan pertumbuhan 5,5% YoY menjadi Rp 23,9 triliun.
Selain kenaikan NII yang signifikan, faktor lain yang turut mendongkrak laba bersih BBCA di tahun 2023 adalah penekanan biaya provisi yang menurun 50% YoY menjadi Rp 2,3 triliun dibandingkan Rp 4,5 triliun pada tahun 2022.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano mengatakan, BBCA melaporkan pertumbuhan laba bersih sebesar 2% yoy menjadi Rp 8,27 triliun selama periode Januari – Februari 2024.
Pertumbuhan laba bersih BBCA didukung oleh pertumbuhan pinjaman sebesar 15% secara tahunan, yang dikombinasikan dengan operational expenditure (Opex) yang terbatas.
Di samping itu, pertumbuhan net profit BBCA berkat dorongan kenaikan Net Interest Income (NII) sekitar 6% per Februari 2024. Sementara, Cost of Fund (CoF) naik 25bps di saat imbal hasil aset tetap datar.
Victor bilang, likuditas akan menjadi kekhawatiran terbesar sektor perbankan di semester pertama 2024. Meski pertumbuhan pinjaman lumayan kuat hingga bulan Februari, namun pertumbuhan pendapatan bank akan lebih condong di semester kedua 2024.
Sehingga, kemungkinan laba bersih emiten sektor perbankan sedikit lebih rendah di semester I-2024 karena likuditas masih menjadi kekhawatiran utama. Hal ini tercermin dari Net Interest Margin (NIM) emiten perbankan pada dua bulan pertama 2024 mengalami penurunan rata-rata sebesar 44 bps.
Terkhusus BBCA, emiten perbankan swasta ini unggul dari sudut pandang NIM. Tercatat NIM BBCA berada di level 5,54% sepanjang 2023, naik 20 basis poin (bps) dari sebelumnya 5,34% pada sepanjang 2022.
BBCA bersama BBRI merupakan bank besar yang mampu mengalami peningkatan NIM di tahun 2023. Cost of Fund (CoF) BBCA hanya meningkat sebesar 33bps yoy berkat rasio CASA yang tinggi dan rasio pinjaman terhadap aset produktif yang lebih tinggi dari 62% menjadi 65%, sehingga mendukung imbal hasil asetnya.
Dengan demikian, pertumbuhan pendapatan bunga bersih (NII) BBCA mencapai 17% di tahun 2023 lalu, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan NII bank sejenis. Namun pendapatan lain-lain menurun karena turunnya komisi dan biaya.
Baca Juga: Kinerja Charoen Pokphand (CPIN) Tertekan Tahun Lalu, Cek Rekomendasi Sahamnya
“Kami memperkirakan BBCA akan terus mengungguli rekan-rekannya terutama di semester I-2024, mengingat likuiditas dan ketahanan NIM yang lebih tinggi,” jelas Victor dalam riset 3 April 2024.
Analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya mengatakan bahwa raihan laba bersih BBCA sebesar Rp 8,3 triliun per Februari 2024 tersebut merupakan 15,5% dari panduan setahun penuh dari RHB Sekuritas. Secara umum, capaian BBCA ini mirip dengan tahun lalu yang mencapai 16,7% per Februari 2023.
Namun yang menarik diperhatikan adalah pertumbuhan pinjaman BBCA selama dua bulan pertama tahun 2024 ini terpantau sebesar 15% YoY. Ini mengindikasikan adanya capaian yang lebih tinggi daripada panduan pertumbuhan pinjaman BBCA yang dipatok sekitar 9-10% untuk tahun 2024.
Biasanya, Andrey mencermati, kuartal pertama 2024 merupakan periode pinjaman yang cenderung lemah secara musiman. Namun kali ini pinjaman BBCA masih solid seperti akhir tahun lalu, sehingga mengisyaratkan pertumbuhan pinjaman BBCA mampu mencapai 10.4% YoY di tahun 2024.
“Secara keseluruhan, dengan neraca yang solid dan likuid, tingkat permodalan yang sehat, ditambah dengan kemampuan manajemen yang terbukti dalam memanfaatkan peluang pertumbuhan baru, kami terus menyukai BBCA sebagai proksi momentum ekonomi yang lebih luas,” ujar Andrey kepada Kontan.co.id, Rabu (3/4).
Sementara itu, Kepala Riset Aldiracita Sekuritas Agus Pramono memandang bahwa penyaluran kredit BBCA tahun ini akan tumbuh dalam kisaran 9,2% - 9,4%, lebih rendah dari capaian tahun lalu yang dobel digit. Estimasi pinjaman BBCA lebih rendah ini karena mempertimbangkan melemahnya daya beli dari segmen masyarakat kelas menengah yang salah satunya tercermin dari turunnya penjualan mobil.
Sehingga, lanjut Agus, pendorong pertumbuhan kredit BBCA tahun 2024 ini diperkirakan akan datang dari segmen korporasi. Di sisi lain, potensi penurunan suku bunga kredit Bank Indonesia (BI) dipandang akan bisa menurunkan suku bunga perbankan, namun dampaknya tetap kecil jika permintaan pinjaman sendiri masih lemah.
“Saya merekomendasikan hold untuk BBCA, melihat valuasi yang sudah di 4,3x PBV 2024 dengan pertumbuhan yang menurun,” imbuh Agus kepada Kontan.co.id, Rabu (3/4).
Agus merekomendasikan Hold untuk BBCA dengan target harga sebesar Rp 10.300 per saham. Kalau Andrey mempertahankan Buy untuk BBCA dengan target harga sebesar Rp 11.100 per saham.
Setali tiga uang, Victor menyarankan buy untuk BBCA dengan target harga sebesar Rp 11.300 per saham. Leonardo juga menyarankan Buy untuk BBCA, namun dengan target harga lebih rendah sebesar Rp 11.025 oer saham.
Leonardo menyebutkan, katalis yang bisa menjustifikasi harga BBCA adalah kinerja penyaluran pinjaman yang lebih ekspansif dan loan yield yang lebih atraktif. Dari sisi risiko potensial downside, perlu dicermati situasi makro yang tidak kondusif, tekanan inflasi yang cukup tinggi, serta ekspektasi pertumbuhan pinjaman dan kinerja yang tidak bertumbuh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News