Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kompleksitas kegiatan usaha di sektor jasa keuangan, termasuk perbankan, membuat Lembaga jasa keuangan (LJK) ini rentan terpapar eksposur risiko terjadinya fraud yang merugikan industri, pemerintah hingga masyarakat.
Tak ayal telah banyak Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang tumbang dicabut izinnya karena berbagai hal, salah satunya faktor tindakan fraud. Setidaknya September ini telah 15 bank yang dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu kasus fraud berupa penggelapan dana nasabah hingga korupsi juga terjadi di perbankan.
Untuk itu OJK mulai memperketat aturan anti fraud. Mulai 31 Oktober 2024, perbankan akan diwajibkan melaporkan melaksanakan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Lembaga Jasa Keuangan (POJK SAF LJK).
Baca Juga: Surplus Neraca Dagang Berlanjut, BI: Positif untuk Ekonomi Indonesia
Aturan ini seiring dengan peran OJK dalam pencegahan dan penanganan praktik korupsi, penyuapan dan/atau gratifikasi di LJK terutama sektor swasta. Bank wajib melaporkan kepada OJK secara periodik melalui sistem pelaporan OJK melalui online.
Pelaporan ini termasuk strategi kebijakan anti fraud di masing-masing bank, hingga pelaporan Tindakan kasus fraud. Adapun jika bank tidak melaporkan sesuai dengan Waktu yang ditetapkan, maka akan diberikan sanksi denda berupa uang, yang besarannya berbeda tiap kategori LJK dan lama keterlambatan pelaporan.
Merespons hal tersebut, sejumlah bankir mengaku telah bersiap untuk melaksanakan aturan OJK tersebut.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Indonesia, Efdinal Alamsyah mengatakan, pihaknya telah menerapkan berbagai langkah preventif untuk meminimalisir risiko fraud.
"Sebelum POJK ini, OJK juga mengeluarkan POJK tentang Anti Fraud. Oleh karena itu Bank sudah memiliki fungsi anti fraud yang menjalankan strategi anti fraud, termasuk pelaporan," ungkap Efdinal kepada Kontan, Selasa (17/8).
Lebih lanjut Efdinal menjelaskan, langkah-langkah preventif untuk meminimalisir risiko fraud di antaranya, melakukan pengawasan ketat, dan penggunaan teknologi untuk mendeteksi aktivitas yang terindikasi terkait dengan fraud. Kemudian, bank menerapkan langkah disiplin dan korektif jika ditemukan kasus fraud.
Bukan hanya itu, strategi antisipasi terjadinya kasus fraud juga dilakukan, dengan menerapkan whistleblowing system yang memudahkan pelaporan kecurigaan internal maupun eksternal. Serta melakukan analisa data untuk mendeteksi pola transaksi yang tidak wajar.
Baca Juga: Banyak yang Bangkrut, OJK Beberkan Tantangan BPR/BPRS ke Depan Semakin Berat
Pelatihan internal untuk karyawan juga menjadi salah satu Langkah anti fraud, di mana melatih mengenai etika, kepatuhan, dan identifikasi risiko fraud.
"Hingga saat ini, strategi tersebut terbukti cukup efektif dalam menekan angka kejadian fraud di Bank Oke, meskipun terus dievaluasi untuk peningkatan atau perbaikan di masa yang akan datang," ungkap Efdinal.
Senada, Direktur Keuangan Treasury dan Global Services Bank Jatim, Edi Masrianto mengatakan, Bank Jatim sudah dalam proses mempersiapkan berbagai hal tersebut untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan baru ini.
"Kesiapan ini penting untuk memastikan bahwa tidak hanya melindungi bank dari risiko fraud tetapi juga menjaga kepercayaan nasabah dan regulator," ungkap Edi kepada Kontan, Selasa (17/8).
Edi menjelaskan, penerapan anti fraud di Bank Jatim sudah berjalan dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu Bank Jatim akan mengikuti sesuai update ketentuan POJK 12 tahun 2024.
"Mengenai temuan kasus fraud di Bank Jatim, akan menangani masalah tersebut dengan serius, menginvestigasi kejadian, dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah kejadian serupa di masa depan," ungkapnya.
Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan Kawasan Indonesia Islamic Financial Center di Jakarta
Adapun strategi antisipasi kasus fraud di Bank Jatim, mencakup beberapa langkah kunci yang dirancang untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani fraud secara efektif.
Pertama adalah melakukan pengembangan kebijakan Anti-fraud yang komprehensif; selanjutnya melakukan kontrol internal dan prosedur operasional, meningkatkan kesadaran karyawan akan risiko fraud.
Selain itu bank juga melakukan audit internal secara berkala dan pemantauan serta deteksi transaksi, melakukan perlindungan whistleblower atas pelaporan.
"Dan secara keseluruhan, efektivitas strategi anti-fraud di Bank Jatim bergantung pada implementasi yang konsisten, evaluasi berkala, dan kesiapan untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi dan ancaman," ungkap Edi.
Sejumlah Kasus Fraud di Perbankan
Dalam riset Kontan, ditemui beberapa kasus fraud yang terjadi pada sejumlah bank tanah air, di antaranya kasus dana fraud berupa tindakan penipuan pada nasabah prioritas, yang dilakukan mantan karyawan Bank CIMB Niaga pada tahun 2023, dari kasus ini setidaknya nasabah prioritas dirugikan hingga Rp 6,7 miliar. Namun kasus ini selesai secara hukum.
Kasus lainnya adalah Tindakan fraud dari mantan Karyawan Bank Jago yang diringkus oleh kepolisian pada Juli tahun 2024 lalu, di mana tersangka membobol atau membuka 112 rekening yang telah diblokir bank karena terindikasi pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kasus ini sendiri berhasil dibongkar oleh manajemen Bank Jago dan kemudian melaporkannya kepada pihak polisi.
Bank daerah juga tak lepas dari kasus fraud. Misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menduga terjadi markup dana penempatan iklan di salah satu bank daerah.
Baca Juga: Ini Strategi Bank Mandiri untuk Tingkatkan Dana Murah
Kabarnya KPK sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka. KPK saat ini sedang menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi ini..
Masih banyak kasus fraud lainnya yang menimpa industri perbankan. Untuk itulah OJK selaku regulator semakin memperketat aturan anti fraud di industri jasa keuangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News