Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya Grup Salim memiliki kembali perbankan di tanah air semakin agresif. Maklum, konglomerasi ini pernah memiliki PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) lalu harus rela menjualnya akibat krisis ekonomi tahun 1997-1998.
Kini, Grup Salim berupaya membangun kerajaan di sektor keuangan dengan terus mengoleksi saham Bank Mega (MEGA) melalui anak perusahaannya. Merujuk publikasi Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Indolife Pensiontama, perusahaan asuransi jiwa Grup Salim, memegang 568,63 juta lembar saham setara 8,17%.
Lalu Megah Eraraharja, perusahaan pengendali Indoritel Makmur Internasional (DNET) memegang 539,86 juta lembar saham sebanyak atau 7,75%. Ada juga Indofood Sukses Makmur (INDF) memegang 503,64 juta lembar saham setara 7,23%. Tak sampai situ, Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) memegang 355,59 juta lembar saham atau 5,11%.
Padahal sebelumnya, kehadiran Grup Salim di Bank Mega hanya lewat Indolife Pensiontama dengan kepemilikan saham sebesar 5,7%. Selain itu. Grup Salim juga mengempit 1,33 miliar saham Bank Ina Perdana (BINA) atau setara dengan 22,47%.
Baca Juga: Grup Barito Menguasai Penuh Star Energy, Operator Panas Bumi Terbesar di Indonesia
Selain itu, Anthony Salim juga memiliki 5,51 miliar lembar saham atau setara 9% di Elang Mahkota Teknologi (EMTK). EMTK melalui Elang Media Visitama memiliki saham dominan di Bank Fama Internasional. Secara tidak langsung Grup Salim mengantongi saham di Bank Fama lewat Anthony Salim.
Ekonom yang juga pakar keuangan dan pasar modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai semakin kuatnya kehadiran Grup Salim bakal memberikan sentimen positif baik bagi saham maupun kinerja Bank Mega.
“Akan bagus karena Salim Group adalah grup besar yang kuat pendanaan dan jaringannya sekaligus punya pengalaman dalam bisnis perbankan hingga saat ini. Sebelumnya juga sempat membesarkan BCA,” ujar Budi kepada Kontan.co.id pada Minggu (27/3).
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai langkah Grup Salim masuk kek beberapa bank kecil hingga besar sebagai langkah membentuk ekosistem perbankan. Terlebih, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mendorong pembentukan kelompok usaha bank (KUB) guna memperkuat industri perbankan Indonesia.
Baca Juga: Kenapa Minyak Goreng Mahal dan Langka? Ini Penyebabnya Menurut Kemendag
“Bank Ina dan Bank Fama memang bank kecil, sehingga mau tidak mau harus bekerjasama dengan bank yang lebih besar dengan kesamaan bisnis maupun kesamaan pemilik modal. Nanti akan dibentuk sebuah ekosistem, entah bank mana yang akan dijadikan anak usaha dan dikonversi menjadi bank digital,” ujar Amin.
Lanjutnya, Grup Salim terbiasa membeli dan mengumpulkan bank kecil lalu dibesarkan dan dijual. Apalagi langkah regulator agar bank kecil masuk ke dalam KUB semakin mendesak di tengah pandemi lantaran kebutuhan modal dalam pengembangan digital, sumber daya manusia, hingga restrukturisasi kredit.
“Ekosistem di perbankan ini juga akan membentuk hubungan yang akan saling menguntungkan dengan internal group salim, simbiosis mutualisme. Bank akan mendapatkan dukungan modal dan Salim juga memiliki banyak usaha di berbagai sektor,” paparnya.
Baca Juga: Salim Group Kolaborasi dengan Pertamina Tingkatkan Layanan Minimarket SPBU
Di grup sendiri, Salim memiliki tentakel sektor keuangan yang komplit mulai dari Asuransi Central Asia (ACA) dengan anak perusahaan Central Asia Raya atau CAR Life Insurance. Juga ada Central Asia Financial atau Jagadiri. Tak sampai di situ, grup ini juga berinvestasi kepada berinvestasi di Youtap, fintech yang fokus pada merchant.
Lebih luas, Grup Salim juga memiliki tentakel dari sektor ritel hingga FMCG seperti Indomaret, Indogrosir, Grup Indofood, dan bisnis kelapa sawit. Urusan teknologi, Salim berbisnis jaringan internet PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) diversifikasi usaha ke bisnis di sektor telekomunikasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News