Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mewujudkan cita-cita memiliki industri perbankan yang kuat. Oleh sebab itu, regulator terus mendorong agar konsolidasi perbankan terus terjadi sehingga mampu berkontribusi kepada perekonomian.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menyatakan terdapat sekitar 76 bank kecil di tanah air. Ia menyatakan kelompok bank kecil ini telah memiliki pipeline melakukan konsolidasi.
“Dari 76 bank kecil-kecil itu mereka mulai terus bekerja. Mereka sudah punya pipeline masing-masing. Akuisisi dan merger dalam proses,” ujar Heru kepada Kontan.co.id pada Jumat (7/1).
OJK melihat semua bank kecil itu telah berada dalam tahap komunikasi yang intens dengan calon investor. Ia menyatakan banyak investor yang berminat baik lokal maupun asing. Bahkan, Heru menyebut tidak ada bank yang menyatakan niat untuk mengembalikan izinnya ke OJK.
Baca Juga: Begini Target Bisnis IFG Life pada Tahun Ini
Ia menjelaskan konsolidasi bukan hanya dalam bentuk akuisisi dan merger saja. Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, proses konsolidasi bisa dilakukan melalui beberapa cara.
Mulai dari peleburan, pengambilalihan, integrasi, hingga konversi. Ia mencontohnya, peleburan biasanya dilakukan oleh sesama bank kecil. Sedangkan pengambilalihan seperti yang dilakukan oleh BCA yang mengambil alih Bank Royal lalu mentransformasinya menjadi Bank Digital BCA.
Sedangkan integrasi terjadi pada Bank Bangkok terintegrasi menjadi Bank Permata. Sedangkan aksi konversi merupakan skema kantor cabang bank asing berubah menjadi berbadan lokal tanpa mengajukan izin baru. Namun, skema konversi belum pernah terjadi.
Agar konsolidasi ini terjadi, masih dalam POJK 12 tahun 2020, regulator mewajibkan perbankan memiliki modal inti Rp 1 triliun di 2020, lalu naik Rp 2 triliun di 2021 dan Rp 3 triliun pada 2022.
Penguatan modal ini bertujuan agar bank tidak lagi fokus mencari pada dirinya yang khawatir memiliki likuiditas yang cukup dalam menyalurkan kredit. Maupun memiliki modal yang memadai dalam menyalurkan kredit.
Baca Juga: Nasabah Super Kaya Kuasai 51,2% Simpanan di Perbankan
Namun, bila bank tidak mampu memenuhi aturan ini, bank bisa masuk ke dalam kelompok usaha bank (KUB). Sehingga, bila terjadi masalah risiko maupun solvabilitas, maka sang induk harus siap membantunya.
“Pada akhir 2021 itu semua sudah memenuhi Rp 2 triliun. Ada yang sedang progres karena cari partner tidak mudah. Tapi pipeline-nya sudah jelas, sehingga saya hitung sudah selesai semua,” paparnya.
Oleh sebab itu, OJK akan terus mendorong agar bank memiliki modal inti paling tidak Rp 3 triliun di penghujung 2022. Tujuannya, agar bank juga bisa memenuhi tuntutan nasabah yang semakin digital.
“Ini harus kita lakukan, bila bank tidak menaikkan modal. Terus seperti itu saja, maka nanti akan mati sendiri dan akan mengganggu stabilitas perekonomian,” paparnya.
Heru pun melihat banyak investor yang masuk ke bank kecil ini memiliki komitmen untuk membesarkan bank. Kendati saat ini, bank-bank kecil ini masih memiliki fundamental yang kurang menarik.
Ia menyatakan OJK akan mendorong setiap bank ini meningkatkan fundamentalnya. Sejalan dengan itu, investor juga akan meningkatkan kapasitas bank tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News