Reporter: Dityasa H Forddanta |
JAKARTA. Persaingan industri sekuritas kian ketat. Meski kegiatan penjaminan emisi tahun ini diperkirakan tetap semarak, tapi ketatnya persaingan membuat beberapa sekuritas memilih bermain aman.
Sebut saja PT Panin Sekuritas yang hanya memiliki satu pipeline penjaminan emisi (underwriting) tahun ini. Pesanan underwriting tersebut adalah penjaminan penerbitan obligasi (issuance) dari salah satu perusahaan properti. Adapun estimasi issuance-nya sebesar Rp 300 miliar hingga Rp 500 miliar.
"Kami konservatif saja. Selain suplainya sedikit, risikonya juga tinggi karena menjamin obligasi itu sifatnya high risk-low income," jelas Handrata Sadeli, Direktur Utama Panin Sekuritas, Senin (4/1).
Sebenarnya, Panin Sekuritas memiliki kemampuan untuk menggarap bisnis underwriting. Jika melihat posisi modal kerja bersih disesuaikan (MKBD), Panin Sekuritas memiliki MKBD yang cukup kuat. Posisi terakhir MKBD Panin Sekuritas sebesar Rp 349,08 miliar.
Panin Sekuritas juga bisa saja menjadi penjamin emisi tunggal. Selain memiliki MKBD yang kuat, peluang perusahaan untuk menggunakan bank garansi juga lebih besar lantaran Panin Sekuritas merupakan anak usaha Bank Panin.
Lebih jauh Handrata menjelaskan, perusahaannya tidak memiliki masalah jika ingin agresif menggarap bisnis penjaminan emisi.
"Tapi kadang masalahnya justru datang dari emitennya, dan meski kami anak usaha Bank Panin, kami sangat independen, tidak bergantung dengan induk kami," imbuhnya.
Persaingan ketat
Nah, melihat kondisi yang seperti itu, tahun ini manajemen bakal mengandalkan bisnis perantara perdagangan efek. "Kami targetkan pertumbuhannya 15%-20%," tandas Handrata.
PT Mega Capital Indonesia juga memilih jalan yang sama dengan Panin Sekuritas. Tahun ini, manajemen tidak memiliki pipeline penjaminan emisi.
"Dulu sempat aktif menjadi lead underwriter, tapi sekarang tarif underwriter pada hajar-hajaran. Jadi kami jadi sub underwriter saja," ujar Nany Susilowati, Direktur Utama Mega Capital.
Nany menambahkan, pihaknya juga tidak begitu agresif menjemput bola meski hanya menjadi sub underwriter. Soalnya, untuk memperoleh posisi tersebut, manajemen juga perlu rebutan dengan sekuritas lain apalagi jika obligasi atau saham emiten yang diterbitkan memiliki prospek yang bagus. "Jika sudah begitu, tergantung kuat-kuatan lobi saja. Tapi kemarin kami menjadi sub underwriter PT Spindo," imbuhnya.
Selama ini, manajemen menjadi agen penjual sukuk ritel pemerintah guna menggenjot pendapatan perusahaannya. Terbaru, Mega Capital menggandeng Bank Bukopin untuk menjual sumber pendanaan pemerintah tersebut.
Tahun ini, manajemen menargetkan penjualan sukuk ritel Rp 400 miliar hingga Rp 500 miliar. Nany optimis penjualannya akan laku dibeli masyarakat. Soalnya, selain masyarakat yang semakin paham dengan produk tersebut, sukuk ritel juga aman karena produk tersebut berdasarkan prinsip syariah.
Pajak sukuk ritel juga hanya 15%, bandingkan dengan obligasi konvensional sebesar 20%. Sukuk ritel juga aman dan likuid, sehingga semakin banyak diminati oleh masyarakat.
Sayang, manajemen enggan mengungkapkan target kinerja perusahaannya tahun ini. "Kami kan bukan perusahaan publik," tukas Nany.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News