Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Isu pengetatan likuiditas yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga dua tahun ke depan seiring rencana kenaikan tingkat suku bunga di Amerika Serikat atau The Fed Fund Rate, akan membuat likuiditas di Indonesia mengalami pengetatan berkelanjutan.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Tbk, Jahja Setiaatmadja mengungkapkan, semakin terbatasnya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) akan membuat bank saling berebut, terutama untuk dana-dana dari para deposan besar. Bila tak diiringi penyesuaian penyaluran kredit, bukan mustahil likuiditas perbankan semakin ketat.
"Kalau kredit tumbuh 17%-20% tahun depan, tidak akan cukup untuk diimbangi penambahan DPK. Kenaikan pertumbuhan DPK sudah terbatas, hanya dikisaran 12%-14%. Jadi kalau kredit terlalu tinggi, tidak akan cukup amunisinya," kata Jahja di Jakarta, Selasa (23/9).
Menurut Jahja, pertumbuhan DPK cenderung stagnan di level 12%-14% setiap tahunnya. Angka ini jauh di bawah pertumbuhan kredit yang tetap tumbuh di atas 15% setiap tahunnya.
"Kalau tahun ini, sampai akhir tahun mungkin akan masih lumayan pertumbuhan kreditnya. Tapi tahun depan saya kira pertumbuhan kredit secara industri antara 10%-12%," jelasnya.
Catatan saja, berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) pada industri perbankan per Juli 2014, mencapai angka 92,19%. Ini berarti, hampir semua DPK yang didapat oleh perbankan, sebagian besarnya telah disalurkan menjadi pinjaman atau kredit. Sehingga, ruang untuk pertumbuhan hanya menyisakan sedikit saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News