Reporter: Arsy Ani Sucianingsih, Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Lewat relaksasi aturan porsi pembiayaan atau loan to value untuk kredit pemilikan rumah (KPR), Bank Indonesia (BI) bersiap mendongkrak permintaan kredit bank yang kini lesu darah.
Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara kepada KONTAN, Selasa (24/5) bilang, bank sentral tengah menimbang beberapa opsi pelonggaran aturan loan to value atas KPR bank. Salah satunya adalah menghapus larangan pembelian secara kredit bank bagi rumah inden kedua.
"Kajian relaksasi yang tengah kami timbang hanya untuk rumah kedua," tandas Mirza.
Larangan KPR untuk rumah ketiga, ke empat dan seterus-nya tetap berlaku. Ini demi mencegah terjadinya spekulasi harga yang berlebihan di sektor properti.
Opsi kedua adalah melonggarkan batasan KPR bagi produk-produk properti lainnya. Artinya, LTV untuk pembelian rumah pertama dengan luas di atas 70 m² sebesar 80% atau uang muka 20% termasuk yang tengah dikaji untuk dilonggarkan.
Sayang, dengan alasan masih dikaji, Mirza enggan membuka pelonggaran aturan LTV BI. Yang jelas, langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk mendongkrak permintaan kredit yang lesu.
Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, upaya bank sentral melonggarkan aturan loan to value menjadi langkah yang baik bagi sektor riil khususnya properti. Apalagi, properti adalah sektor padat karya yang bisa menggerakkan ekonomi lantaran bisa menciptakan efek gulir ke bisnis turunan seperti kaca, ubin, semen, bata, kayu, hingga peralatan rumah tangga.
Jahja yakin, pelonggaran ini akan mengerek kenaikan penyaluran KPR 1%–2%, sehingga rata-rata pertumbuhan KPR bank menjadi 10%. Sebagai gambaran, BCA sebagai salah satu pemain besar KPR, hingga kuartal I 2016, hanya mencetak pertumbuhan KPR 9,3% menjadi Rp 59,87 triliun.
Direktur Konsumer BCA Henry Koenaifi menambahkan, porsi KPR yang berasal dari rumah inden berkisar 10% terhadap portofolio KPR BCA. "Secara persentase kecil, tapi nilai besar dan dapat membiayai ribuan rumah," ujar dia.
BCA mampu mencatat rata-rata pemesanan KPR baru senilai Rp 20 triliun per tahun. Jumlah 10% itu setara Rp 2 triliun. Jika dikalkulasi, ini bisa membiayai 2.500 rumah seharga Rp 800 juta per unit.
Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Haru koesmahargyo menambahkan, besaran LTV saat ini memberatkan nasabah. Contoh KPR rumah kedua ukuran di bawah 70 m². Konsumen harus siapkan uang muka 20%-30% lantaran LTV-nya 70%-80%.
Ini memberatkan calon pembeli rumah segmen ini, padahal pasarnya besar. Efeknya, "Pertumbuhan KPR jadi pelan, bahkan stagnan," ujar Haru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News