Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pemegang polis (pempol) yang menolak Penurunan Nilai Manfaat (PNM) PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera) masih terus mengawal perkembangan kasus tersebut.
Hal tersebut dikatakan oleh salah satu pemegang polis dan Koordinator Tim Biru, Dwi Purwati. Dia menyebut saat ini para pempol masih dalam situasi libur lebaran.
“Kami masih pantau dan lihat situasi/kondisi perkembangan saat ini. Apalagi setelah lebaran, pempol-pempol masih banyak yang liburan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (28/4).
Baca Juga: Sudah Dapat SK OJK, BPA Mendorong Direksi Percepat Rencana Penyehatan AJB Bumiputera
Diberitakan sebelumnya, AJB Bumiputera sudah mulai membayar klaim polis tertunda pada Senin 6 Maret 2023 lalu. Namun, kurang lebih 600 nasabah menolak kebijakan memangkas klaim polis atau PNM tersebut.
Ratusan nasabah yang menolak PNM tergabung dalam Tim Biru dan memegang sekitar 700 polis. Mayoritas polis mereka disebut belum cair.
Koordinator Tim Biru Korban Gagal Bayar AJB Bumiputera 1912, Inten Devita Sobandi memperkirakan, nilai klaim polis yang menolaknya PNM kurang lebih mencapai Rp 150 miliar. Namun, para pemegang polis belum bisa merinci lebih jauh, sebab jumlah mereka kian bertambah.
“Tahun lalu, sudah ada pembayaran cair sekitar Rp 1,6 miliar dari klaim polis,” ketanya kepada KONTAN.
Pengamat Asuransi Kapler A Marpaung menilai, penyelesaian kasus gagal bayar AJB Bumiputera tidak mudah untuk diselesaikan. Dikatakannya, sejak tahun 2013 dirinya telah mengingatkan untuk segera menyelesaikan, sebab jika tidak akan semakin sulit disehatkan.
Baca Juga: AJB Bumiputera Potong Pembayaran Klaim, Nasabah Melayangkan Gugatan Class Action
“Sebenarnya Haircut dan Pemotongan Nilai Manfaat tidak dikenal dalam peraturan perundangan perasuransian, tidak ada satu pasalpun dalam Undang-Undang Perasuransian, Peraturan OJK yang mengizinkan perusahaan perasuransian diizinkan melakukan haircut atau PNM terhadap hak-hak akan nasabah,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (1/5).
Kapler mengungkapkan, dalam POJK memang ada masalah restrukturisasi, tetapi untuk menghitung kembali nilai aset dan kewajiban.