Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sektor Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa keuangan Lainnya (PVML), di antaranya multifinance, dinilai telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus Covid-19 terkait penilaian kualitas aset pembiayaan pada 17 April 2024.
Pemberian stimulus Covid-19 untuk perusahaan sektor jasa keuangan non-bank itu diatur dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 55/KDK.05/2022 tentang Penetapan Kebijakan Relaksasi bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank (KDK Perlakuan Khusus) yang merupakan kebijakan stimulus bagi pembiayaan debitur targeted yang berstatus sebagai restrukturisasi Covid-19.
Adapun OJK mencatat nilai restrukturisasi piutang pembiayaan akibat Covid-19 di sektor multifinance sebesar Rp 6,41 triliun untuk 172.150 kontrak pada Februari 2024. Jumlah itu telah menurun jauh dari angka tertinggi piutang pembiayaan yang direstrukturisasi akibat Covid-19 pada Oktober 2020 sebesar Rp 78,82 triliun dari 2,57 juta kontrak.
Baca Juga: Kesehatan LKNB Sudah Positif, Pengamat Sepakat Stimulus Covid-19 Dicabut
Sementara itu, Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) multifinance juga terus meningkat dari Juni 2020 sampai Februari 2024 ditunjukkan dengan rasio CKPN dibandingkan dengan non-performing financing (CKPN/NPF) meningkat dari sebesar 112,60% menjadi 201,78%. Selain itu, rasio CKPN dibandingkan dengan nilai financing at risk (CKPN/FaR) meningkat dari sebesar 33,32% menjadi 50,11%.
Mengenai hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengungkapkan kondisi itu memperlihatkan bahwa sektor PVML, khususnya multifinance, telah siap untuk mengakhiri periode stimulus Covid-19 yang berakhir pada 17 April 2024. Akhir periode stimulus itu cukup terkendali (soft landing) untuk kembali pada kondisi normal.
Agusman juga menyebut penghentian program restrukturisasi pembiayaan diperkirakan tidak akan berdampak besar terhadap kenaikan NPF ke depannya.
"Hanya naik sedikit sekitar 0,08%," ungkapnya kepada Kontan, Kamis (18/4).
Terkait berakhirnya program restrukturisasi Covid-19 di sektor PVML, perusahaan multifinance CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) mendukung keputusan Dewan Komisioner OJK mengenai Penetapan Kebijakan Relaksasi Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank. Presiden Direktur CNAF Ristiawan Suherman mengatakan perusahaan melihat sektor riil ekonomi telah mengalami perbaikan sejak pandemi Covid-19 dan banyak pelaku usaha yang sudah mulai melakukan ekspansi bisnisnya.
Ristiawan menyampaikan total program restrukturisasi Covid-19 di CNAF selama kebijakan restrukturisasi berjalan mencapai Rp 1,3 triliun. Adapun total program restrukturisasi Covid-19 di CNAF selama kebijakan restrukturisasi berjalan sebanyak 10.008 akun.
"Nilai itu sekitar 12% dari total portfolio yang sebesar Rp 11,7 triliun," ujarnya kepada Kontan.
Sampai Maret 2024, Ristiawan menerangkan total outstanding program restrukturisasi Covid-19 di CNAF tersisa Rp 21,2 miliar atau sekitar 0,2% dari total aset kelolaan CNAF saat ini yang sebesar Rp 11,7 triliun.
"CNAF selalu melakukan komunikasi secara regular dengan nasabah sehingga pembayaran cicilan nasabah disesuaikan dengan kemampuan bayar nasabah. Selain itu, sisa outstanding program restrukturisasi juga terhitung sangat kecil jika dibandingkan dengan total aset kelolaan CNAF saat ini," tuturnya.
Mengingat jumlah outstanding restrukturisasi yang hanya 0,2%, Ristiawan menerangkan CNAF tidak akan mengalami banyak perubahan kredit macet akibat dari program restrukturisasi.
Selain itu, dalam rangka menjaga dan mempertahankan kesehatan portfolio pada tahun ini, dia bilang CNAF menjalankan berbagai strategi dalam menjaga kesehatan portofolionya, di antaranya pemutakhiran sistem scoring dalam menentukan dan memastikan kualitas nasabah yang disetujui adalah yang mempunyai tingkat resiko terkendali.
Baca Juga: Jokowi Instruksikan Bentuk Gugus Tugas Berantas Judi Online
"CNAF juga aktif mengingatkan debitur terkait pembayaran angsuran lebih awal melalui fasilitas Whatsapp dan telepon. Saat ini, CNAF sedang mengembangkan tekhnologi telepon dengan suara robot serta memperkuat proses KYC nasabah. CNAF juga akan menambah channel dan metode pembayaran angsuran agar akses pembayaran angsuran menjadi lebih mudah terjangkau.
Ristiawan menambahkan CNAF menawarkan skema restrukturisasi kepada nasabah dengan 3 cara, yaitu Tenor Extension, Grace Period, dan Ballon Payment.
Sementara itu, PT BNI Multifinance atau BNI Finance menilai kebijakan berakhirnya restrukturiasi Covid-19 sudah tepat, sehubungan sudah tidak ada efek pandemi Covid-19 di sektor ekonomi nasional saat ini.
Direktur Bisnis BNI Multifinance Albertus Hendi pun membeberkan BNI Finance sudah tidak ada debitur restrukturisasi Covid-19 sejak tahun lalu.
"Saat ini sudah tidak ada kredit restrukturisasi di perusahaan dan BNI Finance juga tidak akan terpengaruh efek dari kebijakan tersebut," katanya.
Selama menjalankan kebijakan restrukturisasi, Albertus mengatakan pihaknya tak menerapkan sistem ballon payment. Dia bilang yang sudah pulih, bayar normal dan yang tidak bayar, unit ditarik.
Albertus menerangkan tidak ada potensi kehilangan dari kebijakan yang dijalankan perusahaan tersebut. Sebab, sudah dihitung dari tahun-tahun sebelumnya terkait kerugiannya.
Senada dengan CNAF dan BNI Finance, PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance) menilai dengan kondisi pandemi Covid-19 yang telah mereda, kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang baik, serta didukung oleh tingkat inflasi yang relatif terkendali, kebijakan penghentian restrukturisasi Covid-19 yang diambil OJK tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja bisnis perusahaan.
Hingga saat ini, Direktur Keuangan WOM Finance Cincin Lisa menyebut total piutang pembiayaan restrukturisasi sangat minim dan tidak berdampak material terhadap kinerja perusahaan.
"Perusahaan menilai adanya kebijakan tersebut tidak akan berdampak signifikan disebabkan piutang pembiayaan restrukturisasi yang dimiliki perusahaan saat ini bersifat imaterial dan tidak berdampak signifikan terhadap kinerja perusahaan," tuturnya.
Selama periode pemberian restrukturisasi Covid-19 per Februari 2024, Cincin mengatakan total outstanding menyisakan Rp 1,9 miliar dari total konsumen yang direstrukturisasi sebesar Rp 1,6 triliun.
Terkait proyeksi OJK yang menyebut kredit macet akan naik seusai kebijakan itu selesai, Cincin mengatakan pihaknya telah mengantisipasi akan adanya fenomena tersebut.
Dia bilang perusahaan senantiasa melakukan berbagai inisiatif strategi untuk menjaga kualitas portofolio yang sehat dan bertumbuh, di antaranya dengan melakukan monitoring dan analisa terhadap kebijakan serta proses kredit perusahaan, fokus terhadap penanganan early overdue dalam melakukan proses penagihan, digitalisasi proses bisnis untuk mempermudah konsumen dalam melakukan pembayaran, dan berbagai inisiatif lainnya untuk menjaga kualitas portofolio yang sehat.
Cincin menambahkan per Desember 2023, NPF gross perusahaan tercatat sebesar 2,08%, atau masih berada dibawah NPF industri perusahaan pembiayaan.
"Perusahaan sendiri telah melakukan pencadangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk di dalamnya pencadangan untuk restrukturisasi kredit covid-19," kata Cincin.
Perusahaan pembiayaan lainnya, Mandiri Utama Finance (MUF) membeberkan per akhir Februari 2024, outstanding restrukturisasi Covid-19 MUF hanya tersisa kurang dari 0,5% terhadap total portofolio.
"Jadi sudah sangat kecil dan tidak material lagi," ujar Direktur Utama MUF Stanley Setia.
Stanley menerangkan posisi NPF MUF akhir Maret 2024 berada di angka 1,40% dan masih terjaga di bawah rata-rata industri.
"Terkait dengan berakhirnya program restrukturisasi Covid-19, karena nilai outstanding yang sudah sangat kecil dan tidak material, maka tidak akan berdampak pada posisi NPF serta pencadangan yang sudah ditetapkan MUF," terangnya.
Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat dengan berbagai indikator kesehatan perusahaan multifinance yang menunjukkan hal positif, dirasa sudah cukup tepat OJK mengakhiri masa restrukturisasi kredit multifinance.
"Program restrukturisasi itu, kan, menjadi stimulus agar usaha tidak mati akibat gagal bayar dari efek pandemi Covid-19. Perekonomian tampaknya sudah kembali normal dan kebijakan itu memang sebaiknya dicabut," katanya.
Nailul menyampaikan OJK hanya tinggal menyelesaikan proses restrukturisasi yang sudah mengajukan atau sedang berjalan. Selain itu, dia bilang perusahaan multifinance juga harus mulai melakukan scoring yang cukup ketat terhadap calon nasabah sehingga NPF tidak makin meningkat seusai penghentian program restrukturiasi tersebut.
"Saat ini, saya rasa sudah masuk dalam tahap aman meskipun memang ada gejolak di NPF, tetapi masih cukup aman," ujar Nailul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News