kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 16.195   5,00   0,03%
  • IDX 7.164   1,22   0,02%
  • KOMPAS100 1.070   0,97   0,09%
  • LQ45 838   0,57   0,07%
  • ISSI 216   -0,45   -0,21%
  • IDX30 430   0,42   0,10%
  • IDXHIDIV20 516   -1,25   -0,24%
  • IDX80 122   0,37   0,31%
  • IDXV30 126   -0,52   -0,42%
  • IDXQ30 143   -0,58   -0,40%

Putusan MK: Perusahaan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak


Jumat, 03 Januari 2025 / 19:35 WIB
Putusan MK: Perusahaan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak
ILUSTRASI. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review terkait Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review terkait Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang dimohonkan oleh pemohon Maribati Duha, pada Jumat (3/1). Adapun permohonan itu terdaftar dengan nomor perkara 83/PUU-XXII/2024.

Dalam amar putusan, MK menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh pemohon merupakan inkonstitusional bersyarat. Dengan demikian, diputuskan perusahaan asuransi tidak bisa membatalkan klaim secara sepihak. Adapun pasal tersebut menjadi dasar yang diterapkan di industri asuransi selama ini atau dikenal dengan prinsip dasar Utmost Good Faith.

Sebagai informasi, pemohon mengajukan permohonan uji materi tersebut untuk menilai kesesuaian Pasal 251 KUHD dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengingat pasal tersebut dianggap berpotensi memberikan peluang bagi perusahaan asuransi untuk memanfaatkan aturan demi keuntungan sepihak.

Dalam amar putusan hasil sidang Pengucapan Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai. 

Baca Juga: Allianz Life Kantongi Laba Rp 876,78 Miliar hingga November 2024

"Khususnya, berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan,” ucap Suhartoyo saat pembacaan amar putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024, Jumat (3/1).

Hakim MK menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD inkonsitusional bersyarat karena berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam, terutama jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi yang terdapat adanya persoalan yang berkenaan dengan adanya unsur yang disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik.

Hal itu dikarenakan Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur mekanisme syarat batal atau cara pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal yang disembunyikan dalam membuat perjanjian.

Kecuali, sekadar ada pilihan akibat yang timbul, yaitu perjanjian tersebut batal atau perjanjian tersebut tidak akan diadakan atau akan diadakan dengan syarat yang berbeda, jika hal-hal yang keliru atau disembunyikan diketahui sebelumnya.

“Norma Pasal 251 KUHD setelah dicermati secara seksama oleh Mahkamah merupakan norma yang berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam, khususnya jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi yang terdapat adanya persoalan yang berkenaan dengan adanya unsur yang disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik," ujar hakim.

Baca Juga: Tokio Marine Catat Pendapatan Premi Asuransi Marine Cargo Rp 640 M per November 2024

Lebih lanjut, Hakim MK menerangkan norma Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur mekanisme syarat batal atau cara pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal yang disembunyikan dalam membuat perjanjian, kecuali sekadar ada pilihan akibat yang timbul, yaitu perjanjian tersebut batal atau perjanjian tersebut tidak akan diadakan atau akan diadakan dengan syarat yang berbeda, jika hal-hal yang keliru atau disembunyikan tersebut diketahui sebelumnya. 

“Oleh karena itu, tampak dengan nyata tidak terdapatnya penegasan berkenaan dengan tata cara pembatalan akibat adanya hal-hal yang keliru atau disembunyikan dalam pemberitahuan oleh pihak tertanggung berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh penanggung,” ucap Ridwan saat Pembacaan Pertimbangan Hukum.

Hakim MK menegaskan sifat suatu perjanjian seharusnya memberikan posisi yang seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian.

Adapun addresat norma Pasal 251 KUHD hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung tanpa memberikan keseimbangan hak dari pihak tertanggung atas perjanjian yang dibuat bersama dengan pihak penanggung.

Oleh karena itu, MK akhirnya memberikan penegasan dan pemaknaan terhadap norma ketentuan Pasal 251 KUHD.

MK juga menerangkan sifat suatu perjanjian yang seharusnya memberikan posisi yang seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian, yang di antaranya syarat kebebasan berkontrak dan harus adanya kesepakatan para pihak, di samping prinsip-prinsip yang lainnya, maka addresat norma Pasal 251 KUHD yang seolah-olah hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung saja, tanpa memberikan keseimbangan hak dari pihak tertanggung atas perjanjian yang dibuat bersama dengan pihak penanggung.

Baca Juga: Allianz Life Kantongi Laba Rp 876,78 Miliar hingga November 2024

"Dengan demikian, telah menjadi kesepakatan adalah norma yang tidak memberikan pelindungan dan kepastian hukum yang adil khususnya bagi tertanggung,” jelas Ridwan saat Pembacaan Pertimbangan Hukum. 

Hakim juga menerangkan bahwa Pasal 251 KUHD merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda yang telah tertinggal sehingga tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan saat ini.

Berdasarkan berbagai pertimbangan dan penilaian atas fakta hukum dalam perkara tersebut, amar putusan yang dibacakan menyatakan bahwa mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. 

"Selain itu, menyatakan norma Pasal 51 UU KUHD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, 'termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan kesepakatan penanggung dan tertanggung atau berdasarkan putusan pengadilan'," tutur Suhartoyo.

Amar putusan juga memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia, serta menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya. 

Selanjutnya: Kilau Bisnis Emas Bank Syariah di Tahun 2025

Menarik Dibaca: Cara Bijak Investasi di Pasar Saham, Ini Tips dari BNI Sekuritas!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×