kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Reksadana masih jadi instrumen investasi paling diminati bagi industri asuransi jiwa


Rabu, 08 Desember 2021 / 18:00 WIB
Reksadana masih jadi instrumen investasi paling diminati bagi industri asuransi jiwa
ILUSTRASI. Industri asuransi jiwa


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana kelolaan investasi industri asuransi jiwa masih menunjukkan pertumbuhan hingga kuartal III-2021 masih terus mengalami pertumbuhan. Adapun, reksadana masih menjadi kontribusi terbesar dalam penempatan aset investasinya.

Berdasarkan pemaparan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), total aset investasi di kuartal III mengalami pertumbuhan 6,4% yoy dengan nilai mencapai Rp 477,84 triliun. Meski tumbuh, nilai aset tersebut masih terkoreksi dari kuartal III tahun 2019 yang di periode tersebut belum terjadi pandemi dengan nilai sebesar Rp 503,58 triliun.

Dari capaian tersebut, aset reksadana berkontribusi sekitar 32% dengan nilai Rp 153,55 triliun. Selanjutnya, ada aset SBN dan sukuk korporasi yang menyumbang sekitar 29% sehingga mencapai nilai Rp 137,58 triliun.

Sementara itu, di posisi ketiga ada instrumen saham yang berkontribusi mencapai 28% dengan nilai Rp 132,02 triliun. Meskipun di urutan ketiga, aset investasi saham mengalami pertumbuhan paling tinggi dibandingkan instrumen sebelumnya sebesar 18,7% yoy.

Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon pun menjelaskan bahwa tiga besar instrumen tersebut ditambah dengan deposito memang masih akan bertahan menjadi instrumen yang paling banyak dipilih oleh industri asuransi jiwa.

Baca Juga: DPR beri usulan moratorium produk unitlink, ini kata AAJI

Bukan tanpa alasan, Budi bilang bahwa keempat instrumen tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Misalnya deposito yang ditujukan untuk polis-polis seperti asuransi kesehatan yang setiap bulan ada saja klaimnya, obligasi untuk polis jangka panjang, sementara saham untuk memaksimalkan yield investasi.

“Strategi atau pilihan investasi perusahaan asuransi jiwa gak pernah berbeda jauh. Nilainya bisa berbeda, persentasenya bisa berbeda, tapi pilihan-pilihannya ada depositonya, ada obligasinya, ada reksadananya, ada sahamnya, di luar yang empat ini dirasa kecil,” ujar Budi dalam konferensi pers virtual, Rabu (8/12).

Untuk obligasi, Budi juga bilang kalau industri asuransi jiwa juga sangat suka jika ada pilihan obligasi dengan durasi yang panjang. Mengingat, hal tersebut bisa digunakan untuk mendukung polis jangka panjang. “Tapi tentu yang ratingnya bagus,” imbuh Budi.

Ketua Bidang Keuangan, Pajak dan Investasi AAJI Simon Imanto menambahkan bahwa saat ini ada tren baru terkait penempatan investasi di emas yang mulai tumbuh saat ini mencapai Rp 65 miliar. Menurutnya, aset tersebut bisa menjadi pilihan baru untuk aset liabilitas jangka panjang meskipun tetap memperhatikan risiko yang ada.

“Misalnya emas tentunya likuiditasnya tidak secepat ataupun se-likuid saham atau obligasi,” ujar Simon.

Ke depan, Simon melihat ada tantangan-tantangan dalam penempatan investasi baik dari global maupun domestik. Dari global sendiri, tapering di Amerika Serikat (AS) masih berdampak meskipun dinilai hanya bersifat sementara.

“Regulasi juga perlu diperhatikan. Pembatasan-pembatasan yang terkait untuk kami bisa bertumbuh bersama gitu ya,” imbuhnya.

Baca Juga: AAJI: Proses perekaman saat penawaran produk asuransi itu efektif

Dari sisi pemain sendiri, tampaknya aset reksadana juga masih menjadi pilihan utama seperti yang terjadi di BNI Life. Adapun, porsi reksadana di anak usaha BRI ini sekitar 56% dari total aset dengan sebagian besar merupakan reksadana pendapatan tetap.

“Penempatan pada reksa dana pendapatan tetap terbesar dikarenakan imbal hasil yang didapatkan relatif lebih stabil dibanding pada pasar saham,” ujar Direktur Keuangan BNI Life Eben Eser Nainggolan kepada KONTAN, Rabu (8/12).

Sementara itu, Eben juga mengakui bahwa saat ini pihaknya memang masih wait and see untuk meletakkan di pasar saham sehingga porsinya masih terbilang kecil tanpa menyebutkan angkanya.

Namun, ia tidak menutup kemungkinan proporsi penempatan investasi dapat berubah sesuai dengan kondisi market selama masih sesuai dengan batasan kebijakan internal maupun regulator.

“Sentimen yang mempengaruhi ialah volatilitas pasar terkait perkembangan Covid-19 varian baru omicron dan tapering The Ted yang sudah mulai berjalan . Oleh karena itu kami cukup selektif dalam memilih aset investasi dengan memilih aset dengan kualitas baik namun dapat memberikan return yang optimal,” imbuhnya.

Sekadar informasi, aset investasi BNI Life per November 2021 telah mencapai sebesar Rp 20,9 triliun dan mengalami pertumbuhan sebesar 11,4% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×