Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penerapan prinsip resiprokal dalam ketentuan Qualified ASEAN Bank (QAB) dinilai tak menolong Perbankan Indonesia. Sebab prinsip ini tak bisa mengatasi kelemahan mendasar perbankan Indonesia yang kecil dalam kekuatan permodalan dibandingkan perbankan negara lain.
Menurut pengamat perbankan Fauzi Ichsan, prinsip resiprokal memang membantu secara politik. Jika diberlakukan, bank-bank Indonesia akhirnya bisa memasuki pasar negara-negara tetangga yang sebelumnya amat sulit ditembus. “Tetapi tetap saja bank-bank kita menghadapi persoalan keterbatasan permodalan untuk mengembangkan usaha,” kata Fauzi saat dihubungi KONTAN, Rabu, (16/7).
Faktanya, total aset bank-bank di Indonesia masih kecil dibandingkan total aset bank-bank negara tetangga, terutama Singapura dan Malaysia. Mau tak mau, jalan keluarnya adalah konsolidasi perbankan di Indonesia harus segera dilakukan. “Jumlah bank kita yang terlalu banyak setidaknya harus bisa diturunkan sampai tinggal 80 bank,” ujar Fauzi.
Fauzi menegaskan prinsip resiprokal akan sulit menolong perbankan Indonesia agar siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bidang perbankan yang akan dimulai pada 2020 mendatang. Masalahnya, konsolidasi perbankan di Indonesia menghadapi tantangan politis yang besar. “Contoh, jika 4 Bank BUMN dimerger, akan ada rasionalisasi terhadap Dewan Komisaris maupun Dewan Direksi. Apakah siap dengan resiko politisnya? Belum lagi masalah Mandiri dan BTN kemarin,” tukas Fauzi.
Ditambah lagi, bank-bank kecil kesulitan mendatangkan investor asing agar mau melirik bank di Indonesia. Sementara calon investor dalam negeri amat terbatas yang berminat terjun dalam bisnis perbankan. “Apakah resiprokal akan otomatis mendorong banyak bank asing datang ke Indonesia dan membeli bank di Indonesia? Saya rasa tidak,” pungkas Fauzi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News