Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan dana pensiun (dapen) dan asuransi mulai ramai membiayai proyek infrastruktur pemerintah. Salah satunya melalui skema Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA).
Chief Executive Officer PINA Eko Putro Adijayanto mengaku, ada beberapa pemain dapen dan asuransi jiwa masuk ke pembiayaan ini. Misalnya saja, PT Taspen (Persero), PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia), PT AIA Financial (AIA) dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Dapen dan asuransi sudah masuk berbagai infrastruktur, seperti Taspen dan AIA berinvestasi ke proyek PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yaitu gedung Bandara Kertajati di Jawa Barat melalui reksadana penyertaan terbatas (RDPT),” kata Eko kepada Kontan.co.id, Senin (16/9).
Baca Juga: Rasio Utang BUMN Mengkhawatirkan
Sedangkan Prudential, berinvestasi pada obligasi berbasis proyek (project bond) yang dikeluarkan PT Jasa Marga Tbk (JSMR). BPJS Ketenagakerjaan masih menunggu payung hukum agar badan sosial eks-Jamsostek ini bisa leluasa menempatkan dana investasi penyertaan langsung.
Payung hukum ini adalah revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55/2015 tentang perubahan atas PP Nomor 99/2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Investasi berupa penyertaan langsung. Nantinya, investasi penyertaan langsung badan hukum publik ini bisa melebihi 1%.
“Sehingga nilai pagu dapat ditingkat menjadi 1%-10% dari asset under management (AUM) atau dana kelolaan. Jumlah itu besar sekali dan lebih baik digunakan untuk investasi secara langsung di sektor pembangunan,” ungkap Eko.
Penempatan dana investasi melalui PINA beragam. Mulai dari ekuitas langsung, hybrid dan fund. Dibandingkan ditaruh di bank, return investasi yang dihasilkan lebih tinggi yaitu mulai 13% per tahun tapi bergantung kesepakatan business to business (B2B). Sedangkan masa investasi 10 tahun–30 tahun.
Baca Juga: Hingga tutup usia, inilah impian BJ Habibie yang belum terwujud
Selama ini, asuransi patungan (joint venture) masih lebih banyak berinvestasi di sektor infrastruktur dibandingkan asuransi lokal. Penyebabnya, asuransi luar negeri telah lama memperkenalkan risk appetite pada investasi mereka, di mana return bank juga semakin kurang menarik.
Dukungan insentif pajak menjadi kebutuhan asuransi jiwa agar mau menempatkan dananya ke proyek infrastruktur. Hal itu, kata Eko, masih jadi pembicaraan dengan pemain asuransi agar mereka mendapatkan pajak yang lebih ringan.
“Kami sedang bicarakan dengan regulator, Kemenkeu dan berbagai konstituen tentang bagaimana mengoptimalkan infrastruktur dan proyek prioritas pemerintah dengan tetap mempertimbangkan kapabilitas agar keterlibatan asuransi dan dapen meningkat,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News