Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menyampaikan teguran tertulis agar PT Asabri (Persero) segera memperbaiki kinerja dan kondisi keuangan. Asabri mencatat rugi komprehensif Rp 8,42 triliun pada tahun lalu.
Hal ini terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2019 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menyebut, rugi komprehensif terjadi karena ada penurunan nilai aset saham dan reksadana yang bersumber dari program tunjangan hari tua (THT), jaminan kecelakaan kerja (JKK), dan jaminan kematian (JKM) yang dikelola Asabri. Akibatnya, perusahaan merugi dalam kegiatan investasi.
"Rugi investasi atas penurunan harga pasar aset investasi saham dan reksadana yang dimiliki Asabri masing-masing Rp 5,28 triliun dan Rp 2,21 triliun," tulis BPK dalam LHP LKPP 2019 yang dikutip Kontan.co.id, Minggu (19/7).
Namun, pengukuran nilai rugi aset investasi tersebut belum dihitung berdasarkan kebijakan akuntansi yang berlaku. Pertama, Asabri pada 2018 memperoleh opini tidak menyatakan pendapat (disclamer).
Dalam hal ini, Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak dapat meyakini kewajaran penyajian penyajian nilai efek atas saham dan reksadana Asabri dalam program THT, JKK, dan JKM. Sebab, perhitungan nilai wajar sahan dengan harga pasar menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Baca Juga: BPK temukan 13 masalah laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2019, apa saja?
Sementara untuk nilai wajar reksadana melalui nilai aktiva bersih. KAP menyebut, perhitungan tersebut tidak tepat karena tidak terdapat pasar aktif baik di saham maupun reksadana. "Penyajian nilai penurunan harga aset investasi saham dan reksadana belum dapat diyakini kewajarannya dan berdampak pada kewajaran penyajian pendapatan atau rugi hasil investasi yang merupakan komponen pembentuk laba tahun berjalan dan laba komprehensif Asabri tahun 2018," jelas laporan tersebut.
Selain itu, KAP menyatakan bahwa tidak terdapat pengaturan secara khusus mengenai pihak yang berperan dalam penurunan nilai atas investasi akumulasi iuran pensiun (AIP) milik Asabri. Akibatnya, rasio solvabilitas (RBC) program THT menjadi minus 571,17% atau lebih kecil dari ketentuan OJK yakni 120%. Dalam laporan itu terungkap, bahwa kinerja AIP tidak diukur menggunakan formula RBC karena menggunakan skema pay as you go atau defined benefit.
Pemerintah sebagai pemegang saham pengendali punya potensi kewajiban menangani masalah tersebut. Namun potensi kewajiban itu belum dapat diukur karena adanya penanganan masalah hukum terkait yang melibatkan beberapa pihak. "Jadi pengukuran potensi kewajiban dimungkinkan setelah penanganan permasalahan hukum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," terang BPK.
Baca Juga: Terdakwa Hendrisman Rahim diduga reaktif corona, sidang kasus Jiwasraya ditunda
Kedua, Asabri tidak melakukan perubahan kepemilikan investasi pada saham dan reksadana, yang nilainya signifikan pada 2018. Lalu, penyajian rugi investasi dan penurunan harga saham maupun reksadana pada 2019 menggunakan pengukuran yang sama yakni IHSG. "Pengukuran kerugian itu tidak dapat diyakini kewajarannya dan berdampak pada kewajaran nilai rugi tahun berjalan dan rugi komprehensif Asabri tahun 2019," ungkap BPK.
Atas hal itu, Kementerian BUMN selaku pemegang saham pengendali Asabri wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian komprehensif Rp 8,42 triliun. Khususnya mengestimasikan kewajiban Asabri dalam penyajian laporan keuangan.
Selanjutnya, penurunan investasi akumulasi iuran pensiun (AIP) tahun 2019 belum akurat. Akibatnya, terdapat penurunan signifikan atas AIP Tahun 2019 sebesar Rp 7,52 triliun dari tahun 2018.
Penurunan AIP disebabkan kerugian atas aset investasi di saham dan reksadana masing-masing Rp 6,63 triliun dan Rp 3,89 triliun. Asabri dinilai tidak hati-hati dalam penempatan investasi saham, terdapat lima emiten mengalami rugi bersih. Selain itu, terdapat beberapa emiten yang kegiatan operasionalnya sangat dipengaruhi kurs mata uang asing serta harga sahamnya sudah cukup tinggi (overvalued).
Baca Juga: Merugi Karena Terkait Jiwasraya dan Asabri, Grup Pool Advista Cari Investor Strategis
Atas masalah itu, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan agar meminta Direktur Asabri membuat action plan dan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja investasi saham yang tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dan nilainya turun.
BPK menyebut, pemerintah meminta Asabri menyampaikan rencana perbaikan melalui penguatan cashflow atau arus kas. "Dengan meningkatkan proporsi fixed income, recovery assets terkait saham yang berkaitan dengan kasus hukum melalui kerjasama dengan pihak kejaksaan dan kepolisian," tulis BPK.
Selain itu, BPK meminta manajemen mengubah klasifikasi portofolio investasi saham. Pemerintah juga telah mengganti pengurus Asabri dan melakukan law enforcement dengan meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melakukan tindakan hukum.
Terkait penyelesaian laporan keuangan tahun 2019 (audited), KAP tengah melakukan audit laporan keuangan Asabri tahun 2019 yang pelaksanaan auditnya direncanakan selesai pada Agustus 2020.
Menurut laporan BPK, nilai ekuitas yang didistribusikan kepada pemilik ekuitas minus Rp 6,10 triliun sesuai laporan keuangan Asabri tahun 2019 (unaudited). Sementara rugi tahun berjalan mencapai Rp 6,21 triliun.
Baca Juga: Asabri, Tumpuan Para Veteran Menikmati Hari Tua
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News