kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saat pandemi, angel investor dan modal ventura tetap memburu start up, ini kiatnya


Rabu, 16 September 2020 / 17:03 WIB
Saat pandemi, angel investor dan modal ventura tetap memburu start up, ini kiatnya
ILUSTRASI. ILUSTRASI OPINI - Kedewassan Kelas Dunia ala Digital Start Up


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski pagebluk Covid19 masih terus mengancam. investor rupanya tetap memasang mata mencari peluang. Perusahaan modal ventura atau angel investor tetap berburu perusahaan rintisan atau start up.

Kendati begitu kehati-hatian juga menjadi rem angel investor. Modal ventura atau angel investor akan memilih perusahaan rintisan yang tidak membakar uang. "Dan memiliki profitabilitas yang jelas untuk beberapa tahun ke depan," kata salah satu angel investor, Alexander Rusli, dalam keterangan tertulis ke ke Kontan.co.id, Rabu (16/9).

Mantan CEO Indosat Ooredoo ini baru saja meluncurkan pendanaan ke Redkendi yang menargetkan business to business. Menurut Alex - sapaan Alexander Rusli- investor saat ini lebih selektif. Bank Central Asia (BCA) atau PT Telkom  Indonesia Tbk yang ikut berinvestasi di perusahaan rintisan. Mereka melihat risiko dan potensi bisnis yang bisa disinergikan dengan bisnis inti 

Biasanya mereka masuk bertahap.  Kalau mereka yakin, investasi besar baru mereka keluarkan. Agar meminimalisir risiko, biasanya perusahaan besar seperti Telkom, BCA dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) tak akan masuk stage awal. Mereka akan masuk di stage tengah.

Tapi tak demikian dengan Alex, yang lebih menyukai  masuk di stage awal. Ia memiliki pertimbangan tersendiri. Dana yang diinvestasikan kecil, tapi potensi keuntungan akan besar. Agar dapat meminimalkan risiko investasinya, Alex harus ikut terlibat langsung di dalam perusahaan rintisan itu. 

Alex bercerita saat  memutuskan melakukan investasi awal di Grab. Pada saat Alex meninggalkan perusahaan tersebut, investasi di  Grab sudah tumbuh lima  kali lipat. Jika investor saat ini ingin berinvestasi di perusahaan yang sudah mature, Alex memperkirakan keuntungannya mungkin tak akan terlalu tinggi lagi.

Di sisi lain, faktor ancaman rugi juga harus menjadi perhitungan. Tengok saja Softbank Group, yang gemar investasi di perusahaan rintisan  mencatat rugi bersih tahun fiskal 2019 sebesar US$ 8,9 miliar atau setara Rp 133,5 triliun.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×