Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rontoknya kinerja pasar saham di dalam negeri, berimbas kepada rontoknya performa saham bank digital. Kinerja emiten bank yang menjanjikan layanan perbankan digital ini kompak memerah dalam sepekan terakhir.
Bank Jago (ARTO) misalnya mencatatkan penurunan harga 6,75% hari ini Selasa (17/5). Dalam sepekan, saham ARTO turun 29,95%. Lalu, saham Allo Bank (BBHI) turun 6,61% hari ini dan dalam sepekan turun 12,40%.
Namun, ada saham bank digital yang mengalami kenaikan hari ini, seperti Bank Neo Commerce (BBYB) naik 2,41%, tapi dalam sepekan turun 18,27%. Kemudian, Bank Aladin Syariah (BANK) performa harga sahamnya naik 1,16% di penutupan pasar saham hari ini, namun, dalam sepekan turun 11,17%.
Kinerja saham yang paling mendingan dialami oleh Bank Raya (AGRO) yang naik 5,17% hari ini tapi dalam sepekan turun 7,11%.
Meski rapor saham bank digital dalam sepekan memerah, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo, Maximilianus Nico Demus menyebut prospek bank digital di Indonesia masih sangat menarik.
Baca Juga: Cermati Rekomendasi saham Bank Mandiri (BMRI) dari MNC Sekuritas Ini
“Prospek ini sebetulnya tidak bisa kita bandingkan secara harga saham secara langsung begitu saja. Karena prospek memiliki nilai tersendiri karena berhubungan dengan potensi valuasi di masa yang akan datang,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/5).
Ia mengakui, memang banyak pihak menyebut cerita dari Bank Digital sudah habis. Namun ia melihat prospek bank digital sendiri masih baik, apalagi dengan pertumbuhan ekonomi digital di masa yang akan datang.
“Hal ini dinilai jadi salah satu poin positif bagi bank digital. Apalagi seperti yang kita ketahui, ekonomi digital di Indonesia diproyeksikan akan memberikan kontribusi terhadap GDP pada tahun 2025 sebesar 10%,” tambahannya.
Ia mengakui tidak semua bank digital akan memiliki prospek yang cerah. Kuncinya ada pada sejauh mana bank digital tersebut memiliki ekosistem yang akan menunjang pertumbuhan bisnisnya l di masa yang akan datang.
“Secara bisnis positif, namun secara saham, memilih merupakan sebuah kesempatan. Untuk saat ini kami melihat memang potensi kenaikkan tingkat suku bunga, akan memicu penurunan di saham saham teknologi, bank digital pun juga berpengaruh,” jelasnya.
Tingginya volatilitas yang terjadi di pasar, akan membuat pelaku pasar dan investor yang ingin berinvestasi lebih memilih menunggu. Namun ia mengingatkan, kenaikan suku bunga, diharapkan menjadi perhatian pelaku pasar dan investor untuk menjadikan bank digital sebagai investasi jangka panjang.
Lain halnya dengan Senior Investment Analyst Infovesta Utama Edbert Suryajaya yang menilai pergerakan saham emiten bank digital tetap akan relatif berat. Mulai dari sentimen sell on May dan kenaikan suku bunga The Fed sendiri secara luas memberikan tekanan. Belum lagi ancaman inflasi tinggi yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan kenaikan suku bunga.
Baca Juga: Prospek Ekonomi Digital Nasional Diperkirakan Masih Sangat Besar
“Biasanya saham-saham yang fundamental baik dan sudah mencetak laba yang biasanya akan memiliki performa yang lebih baik atau value investing. Sementara saham-saham yang termasuk kategori growth investing yakni kondisi sekarang belum tentu baik tapi ekspektasi pertumbuhan ke depannya tinggi akan lebih tertahan,” ujar Edbert kepada Kontan.co.id.
Hal ini karena dalam landscape suku bunga naik, pertumbuhan juga ada potensi terhambat sehingga saham-saham yang sebelumnya naik karena ekspektasi pertumbuhan baik seperti bank digital tersebut juga jadi lebih berat. Kondisi ini akan diperparah bila emiten tersebut masih mencatatkan kerugian.
Sedangkan bank digital di Indonesia masih ada berada di beberapa fase, ada yang rugi maupun sudah mendulang keuntungan. Sehingga, yang mencatatkan keuntungan harusnya diterima lebih baik oleh investor dibandingkan dengan yang belum
“Intinya, ketika ada ketidak pastian, investor biasanya akan mencoba cari alternatif yang lebih aman dengan memilih emiten yang sudah terbukti. Juga punya fundamental yang solid, kondisi keuangan yang baik, dan kalau bisa valuasi yang masih murah,” paparnya.
Sayangnya bank digital kebanyakan saat ini masih baru di fase awal sehingga laba juga belum stabil. Sementara valuasi kelompok bank digital ini sudah pada terbang pada saat booming tahun lalu.
Ekonom yang juga pakar keuangan dan pasar modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat harganya emiten bank digital masih kemahalan dan tidak sesuai nilainya. Ia menyebut harga saham apapun termasuk emiten bank digital akan konvergen ke nilainya dalam jangka panjang.
“Lebih baik ke emiten dengan fundamental yang bagus dan lebih teruji. Terutama yang dividen yieldnya tinggi dan price to book value (PBV) serta price earring ratio (PER) masih rendah,” papar Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News