Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah ramai kasus penyertaan kembali (restated) laporan keuangan. Pihak manajemen PT Bank Bukopin Tbk mengklaim bahwa secara fundamental kinerja dan operasional Perseroan saat ini berada dalam kondisi yang kuat dan baik serta tetap tumbuh berkelanjutan.
Direktur Utama PT Bank Bukopin Tbk Eko Rachmansyah Gindo menegaskan hingga triwulan I 2018 kinerja Bukopin masih tumbuh sesuai target yang ditetapkan manajemen.
Antara lain, posisi laba sebelum pencadangan tumbuh sebesar 28,6%, sedangkan laba bersih sudah tumbuh di kisaran 10% dan dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu.
“Hingga triwulan I 2018 laba sebelum pencadangan mencapai Rp 295,7 miliar dan laba bersih sebesar Rp 126,7 miliar. Pencapaian itu menunjukkan bahwa kinerja Perseroan hingga saat ini tumbuh on track,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Kamis (3/5).
Pada periode yang sama, Bukopin juga membukukan pencadangan sebesar Rp 155 miliar dan menurunkan non performing loan (NPL). Alhasil, rasio NPL Net per 31 Maret 2018 mencapai 4,47%, membaik dari sebelumnya 6,37% pada posisi 31 Desember 2017.
Posisi likuiditas perseroan cukup terbilang longgar. Hal ini terlihat dari posisi loan to deposit ratio (LDR) yang berada pada kisaran 79%, lebih rapat dibanding periode tahun sebelumnya 72,8%. Eko juga mengatakan total penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 90,1 triliun.
Meski begitu, jumlah DPK tersebut baru tumbuh tipis dari posisi Maret 2017 sebesar Rp 89,46 triliun alias hanya tumbuh 0,71% secara tahunan atau year on year (yoy).
Secara keseluruhan posisi aset Perseroan per 31 Maret 2018 mencapai Rp 107,7 triliun, meningkat Rp 1,3 triliun dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2017. Walau menurun secara tahunan sebanyak 3,31% dari Rp 111,39 triliun per Maret 2017.
Eko mengungkapkan saat ini perseroan telah dan akan terus melakukan konsolidasi internal yang difokuskan pada pengembangan bisnis berbasis ATMR (aktiva tertimbang menurut risiko) rendah, penghimpunan sumber dana murah, peningkatan fee based income, perbaikan efisiensi operasional dan percepatan peningkatan kualitas kredit serta penjualan agunan yang diambil alih.
Sementara itu, untuk jangka panjang bank bersandi emiten bursa BBKP ini telah menyiapkan bisnis masa depan melalui bisnis startup dan aliansi fintech serta menjangkau nasabah baru dari generasi milenial dengan penerapan core banking system berbasis digital.
Di samping itu, Perseroan juga terus meningkatkan kualitas manajemen risiko, compliance dan pengendalian internal yang lebih kuat.
Pasca RUPSLB pada Januari 2018, telah dibentuk satu direktorat baru yang fokus dalam pengembangan bisnis konsumer melalui peningkatan sinergi dengan Bukopin Finance dan peningkatan kerja sama dengan pengembang untuk memacu penyaluran KPR.
“Pengembangan bisnis konsumer (KPM dan KPR) ini dilakukan sejalan dengan strategi peningkatan bisnis berbasis ATMR rendah,” susul Eko.
Pada awal Maret 2018 perseroan telah meluncurkan produk Flexy Bill berbasis trade finance untuk fasilitas pembiayaan pembayaran listrik yang bekerja sama dengan PLN. Dalam 2 tahun ke depan produk Flexy Bill ditargetkan mencapai Rp 2 triliun atau berkisar 10% dari total pembayaran listrik di seluruh Indonesia.
Dari sisi rasio kecukupan modal, posisi capital adequacy ratio (CAR) perseroan pada periode yang sama mencapai 11,1%, meningkat dibandingkan dengan posisi CAR pada 31 Desember 2017 yaitu sebesar 10,5%.