kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.502.000   11.000   0,44%
  • USD/IDR 16.794   37,00   0,22%
  • IDX 8.646   36,29   0,42%
  • KOMPAS100 1.197   8,91   0,75%
  • LQ45 860   6,19   0,73%
  • ISSI 309   1,58   0,51%
  • IDX30 440   1,54   0,35%
  • IDXHIDIV20 513   2,02   0,39%
  • IDX80 134   0,88   0,66%
  • IDXV30 138   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 141   0,83   0,59%

Simpanan Jumbo Bank Melonjak, Bisa Jadi Pedang Bermata Dua Perbankan


Senin, 22 Desember 2025 / 18:26 WIB
Simpanan Jumbo Bank Melonjak, Bisa Jadi Pedang Bermata Dua Perbankan
ILUSTRASI. Ilustrasi Bunga Deposito (KONTAN/Muradi) Nasabah kaya dan korporasi nampaknya masih hati-hati dalam memutar uang, lih-alih belanja, mereka memilih menyimpan dananya.


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nasabah kaya dan korporasi nampaknya masih hati-hati dalam memutar uang yang dimiliki. Alih-alih belanja, mereka memilih memarkirkan dananya di bank dalam bentuk simpanan. Namun, bagaimana dampaknya terhadap perbankan?

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat simpanan dengan nominal di atas Rp 5 miliar tumbuh 18,3% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 5.562 triliun per Oktober 2025. Sejak kuartal dua, pertumbuhannya memang sudah konsisten melaju. Dalam tiga tahun terakhir, posisi tersebut bahkan mencerminkan pertumbuhan hingga 29,5%. 

Menurut Advisor Banking & Finance Development Center Moch Amin Nurdin, tren tersebut bisa menjadi indikasi awal bahwa kepercayaan masyarakat kepada bank di dalam negeri mulai tinggi. Meski begitu, pemberian suku bunga spesial (special rate) yang umumnya dilakukan perbankan untuk meningkatkan dana pihak ketiga (DPK) menjadi bayang-bayang tersendiri. 

“Mesti dicermati itu. Juga apakah (simpanan jumbo) ini dalam bentuk deposito atau dana murah,” kata Amin kepada Kontan, Senin (22/12/2025). 

Baca Juga: ALUDI Optimistis Pertumbuhan SCF Tetap Positif pada 2026

Dampak yang dirasakan perbankan dari tingginya simpanan jumbo ini ibaratnya pedang bermata dua. Dari sisi positif, Amin bilang bank bisa menambah likuiditas untuk mendorong kemampuan menjalankan fungsi intermediasinya melalui penyaluran kredit. 

Namun di saat yang sama, tingginya simpanan otomatis mendorong naik biaya dana (cost of fund/COF) perbankan. Apalagi jika melihat data LPS, deposito yang notabenenya dana mahal masih mendominasi, yakni sebesar Rp 3.696 triliun atau 36,7% dari total Rp 9.790 triliun simpanan di perbankan dalam periode ini. Angka itu mencerminkan pertumbuhan 11,7% YoY. 

Kemudian jenis simpanan lainnya yang mendominasi ialah giro, yakni sebesar Rp 3.152 triliun atau tumbuh 15,4% YoY. Ini menjadi indikasi bahwa tak cuman nasabah kaya individu, tetapi korporasi juga masih memupuk dana dalam bentuk simpanan. 

Tak heran, Amin melihat korporasi memang masih cenderung menahan ekspansi. Itu juga tercermin dari tingginya kredit menganggur (undisbursed loan) yang mencapai Rp 2.509 triliun atau 23,18% dari plafon kredit tersedia pada November 2025, meningkat dari komposisi 22,79% pada bulan sebelumnya. 

“Mereka masih wait and see, setidaknya sampai kuartal II-2026,” ujar Amin. 

Head of Retail Funding Division Bank Tabungan Negara (BTN) Frengky R. Perangin-angin menyebut, pertumbuhan simpanan jumbo justru melandai memasuki kuartal III. Dari sisi nasabah kaya, itu dipengaruhi oleh iklim suku bunga rendah yang mendorong nasabah mencari alternatif produk investasi dengan imbal hasil kompetitif. 

“Deposito itu paling besar, cuman saat ini kami sedang fokus pada dana murah untuk menekan COF,” ungkap Frengky. 

Saat ini, ia mengaku pihaknya juga berupaya menekan special rate. Ia tak menampik, permintaan special rate masih berdatangan baik dari nasabah individu maupun korporasi. Namun, kecukupan likuiditas saat ini membuat BTN memilih meminimalisir simpanan dana mahal. 

Di lain sisi, Direktur International Wealth and Premier Banking HSBC Indonesia Lanny Hendra mengaku pertumbuhan simpanan jumbo memang tumbuh positif, sejalan dengan tren pada berbagai produk yang ditawarkan bank. 

“Sampai dengan akhir Oktober 2025 pertumbuhan nasabah kaya di HSBC masih sangat baik. Kami juga melihat pertumbuhan yang konsisten pada produk-produk kami, yang meliputi deposito dan produk investasi termasuk bancassurance,” papar Lanny. 

Lanny bilang tren positif pada simpanan nasabah kaya pada dasarnya mengindikasikan prioritas diversifikasi produk dalam portofolio nasabah. Pun ke depannya, bank berharap pertumbuhan tetap berlangsung positif tahun depan sebagaimana posisi solid HSBC Indonesia di segmen affluent. 

Sementara itu, Bank Central Asia (BCA) mencatatkan pertumbuhan jumlah rekening nasabah individu dengan nilai simpanan di atas Rp 5 miliar tumbuh 4,4% YoY, dengan total simpanan naik 8,4% YoY. 

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F Haryn mengaku pertumbuhan simpanan nasabah terjadi di berbagai instrumen. Dalam hal simpanan jumbo, ia bilang BCA juga bakal memperkuat proposisi nilai melalui layanan wealth management yang komprehensif, solusi investasi yang relevan, serta pendekatan relationship banking. 

“Semua itu dilakukan sambil tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dana dan efisiensi biaya pendanaan,” imbuh Hera. 

Baca Juga: Maipark Mengaku Tidak Menanggung Risiko Banjir Sumatra

Selanjutnya: Perhatikan, WNI yang Sudah Lebih 12 Tahun di Luar Negeri Tak Otomatis Bebas Pajak

Menarik Dibaca: Promo HokBen Hari Ibu 22-24 Desember 2025, Paket Makan Berdua Cuma Rp 30.000-an/Orang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×