kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Tantangan masih terbuka, bank tingkatkan efisiensi


Selasa, 26 Februari 2019 / 23:15 WIB
Tantangan masih terbuka, bank tingkatkan efisiensi


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menghadapi tantangan dari dalam dan luar negeri pelaku industri perbankan sepanjang 2018 lalu aktif melakukan efisiensi. Hal ini dilakukan guna mempertahankan pendapatan. Apalagi biaya dana bank terkerek penyesuaian kenaikan suku bunga acuan.

Data Statistik Perbankan Indonesia milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada akhir Desember 2018 rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perbankan membaik menjadi 77,86%. Nilai ini turun 78 basis poin (bps) dari posisi Desember 2017 sebesar 78,64%.

Bila ditinjau lebih jauh, biaya operasional bank pada 2018 sebesar Rp 638,99 triliun naik 5,93% year on year (yoy) dari Rp 603,17 triliun di 2017. Namun kenaikan penapatan operasional sebesar 7% menjadi Rp 820,64 triliun mampu menahan beban operasional.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) misalnya mampu meningkatkan efisiensi pada 2018 lalu. Tecermin dari BOPO secara konsolidasi membaik dari 71% di 2017 menjadi 70,01% di 2018. Begitupun secara individu membaik dari 70,99% menjadi 70,15% di 2018.

Direktur Keuangan Bank BNI Anggoro Eko Cahyo menyatakan pihaknya akan menjaga BOPO dijaga di kisaran 70,8%. Anggoro mengaku nilai ini naik jika dibandingkan 2018. Lantaran BNI mengimbangi upaya meningkatkan rasio coverage terhadap kredit bermasalah yang jauh lebih tinggi.

Anggoro mengaku hal ini diambil sebagai antisipasi kondisi ekonomi tahun ini yang diperkirakan masih penuh tantangan, terutama aspek perekonomian global. Guna mencapai target tersebut, bank dengan kode saham BBNI ini telah menyiapkan langkah-langkah efisiensi seperti ekspansi dana murah yang terdiri dari tabungan dan giro untuk menurunkan beban bunga.

Selain itu, BNI akan meningkatkan layanan dan fitur produk untuk menggenjot fee based income serta efisiensi biaya operasional seiring penggunaan teknologi. Aspek lain yang juga penting dijaga adalah kualitas aset untuk menekan biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

"Faktor-faktor di atas, yaitu bagaimana menemukan titik optimal antara biaya-biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang harus dicapai akan mempengaruhi rasio efisiensi bank. Berbagai cara harus dilakukan dengan tujuan utama menekan biaya seperti digitalisasi, fokus pada CASA, paperless. Juga optimalisasi pendapatan seperti pengembangan produk dan jasa yang hasilkan fee based, alokasi pada asset dengan yield yang lebih baik," kata Anggoro kepada Kontan.co.id pada Selasa (26/2).

Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja juga menyebut akan mempertahankan efisiensi tahun ini. Parwati menyebut upaya efisiensi sudah ia terapkan sejak lama.

"Terlihat dari rasio efisiensi yang terus membaik. Ini bukan saja untuk mempertahankan pendapatan tapi terutama juga untuk ke depannya, karena kami tidak bisa berasumsi net interest margin (NIM) akan relatif tebal terus seperti sekarang," ujar Parwati kepada Kontan.co.id pada Selasa (26/2).

Bank dengan kode saham NISP ini mencatatkan BOPO pada 2018 sebesar 74,43%. Pencapaian ini jauh membaik dari posisi 2017 di kisaran 77,07%. Adapun NIM bank yang masuk dalam bank umum kelompok usaha (BUKU) III ini berada di level 4,15%, tergerus dibandingkan dengan 2017 pada level 4,47%.

"Akhir 2019 kami perkirakan BOPO di level yang sama. Upaya utamanya dari perbaikan proses dan peningkatan produktifitas. Efisiensi harus terus berlanjut, terutama kami harus bisa minimal setara dengan negara lain di regional kita. Kita jangan terlena dengan NIM yang akan terus semewah saat ini di Indonesia," jelas Parwati.

Direktur Utama Bank Mayapada Hariyono Tjahjarijadi sepakat bank harus mempertahankan efisiensi. Ia menilai langkah ini guna menghadapi penerapan standar akutansi international financial reporting standards (IFRS) 9 pada 2020.

Standar akuntansi baru ini membuat bank harus menyisihkan jumlah cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang lebih besar dari standar yang berlaku saat ini. "Penerapan IFRS 9 tahun 2020 menyebabkan BOPO akan relatif tidak bisa turun mengingat bank harus terus meningkatkan cadangan CKPN sehingga biaya bank akan relatif tinggi," kata Hariyono.

Oleh sebab itu, Mayapada akan menjaga posisi BOPO di 2019 sama dengan pencapaian tahun lalu di posisi di bawah 90%. Adapun upaya yang akan dilakukan pihaknya dengan mengenjot pendapatan non bunga berbasis komisi dan pengendalian terhadap biaya dana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×