kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga bank besar mengecilkan porsi deposito


Senin, 25 Maret 2013 / 12:44 WIB
Tiga bank besar mengecilkan porsi deposito
ILUSTRASI. E-commerce.


Reporter: Annisa Aninditya Wibawa |

JAKARTA. Demi menyalurkan kredit yang lebih baik, beberapa bank mengaku sengaja menurunkan porsi simpanan dana mahal. Pada tahun 2012 beberapa bank sudah mencatat penurunan deposito.

Misalnya, PT Bank Danamon Tbk (BDMN) turut membukukan angka deposito yang menurun. Tahun kemarin dana masyarakat yang ada di deposito Rp 48,6 triliun. Ini menurun 6% dari Rp 51,5 triliun di tahun sebelumnya.

“Pertumbuhan pada Current Account Saving Account (CASA) dan penurunan pada deposito merupakan bagian dari strategi pendanaan untuk mengurangi dana mahal,” jelas Direktur Keuangan Danamon Vera Eva Lim. Ia menambahkan, karena ini biaya dananya mampu turun dari 5,6% di 2011 menjadi 4,7% pada 2012.

Sedangkan, dana murah memang mencatat peningkatan 18% dari Rp 35,2 triliun menjadi Rp 43 triliun. Rinciannya adalah giro tumbuh 22% dari Rp 13 triliun menjadi Rp 15,9 triliun. Lalu tabungan naik 16% dari Rp 23,5 triliun ke Rp 27,3 triliun.

Hanya saja, dana mahal di Danamon masih terhitung lebih tinggi ketimbang dana murahnya. Dari keseluruhan dana masyarakat, deposito berporsi 57% dan CASA 43%. Maka dari itu, penurunan deposito membuat Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun Danamon tumbuh rendah di bawah rata-rata industri.

Pada 2011, dana masyarakat di Danamon tercatat Rp 88 triliun. Lalu pada 2012 hanya naik tipis 4% jadi Rp 91,6 triliun.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) pun mengalami keadaan yang hampir mirip. Dana mahal dalam Rupiahnya turun 5,6% dari Rp 71,5 triliun di 2011 menjadi Rp 67,5 triliun pada 2012. Vice President Funding and Services BNI Donny Bima Herjuno mengatakan, alasan depositonya menurun adalah karena persaingan dengan perbankan lain yang menawarkan special rate saat akhir tahun. Sedangkan, BNI tetap mempertahankan penawaran rate.

Meski begitu, bank yang mulai beroperasi sejak tahun 1946 ini mengaku bahwa pihaknya memang sengaja menurunkan deposito tersebut. “Karena kami fokus di dana murah,” sebutnya kepada KONTAN, Jumat, (22/3).

Dana murah di BNI memang tercatat meningkat. Pada 2011, dana murahnya berada di angka Rp 147,3 triliun. Jumlah tersebut kemudian naik 17,7% jadi Rp 173,4 triliun di 2012. Selain itu, porsinya terhadap DPK juga bertumbuh dari sekitar 64% menjadi 67% di tahun kemarin.

Donny bilang, dengan menurunkan dana mahal dan meningkatkan dana murah, maka cost of fund dapat ditekan lebih rendah. Sehingga bank dapat melempar kredit secara kompetitif. Net Interest Margin (NIM) pun tercatat turun, meski sedikit sekali dari 6% menjadi 5,9%.

Namun, turunnya deposito dalam rupiah itu tak berbanding lurus dengan meningkatnya deposito mata uang asing. BNI mencatat dana mahal dalam mata uang asingnya meningkat 34,4% dari Rp 12,4 triliun jadi Rp 16,7 triliun. Ini membuat keseluruhan deposito BNI tetap naik meski sangat tipis 0,3%. Pada 2011, deposito BNI yakni Rp 83,9 triliun. Lalu di 2012 angka tersebut menjadi 84,2 triliun.

Donny mengatakan, tahun ini BNI berharap depositonya dapat naik sekitar 10%. “Target pasti ada kenaikan dana murah dan dana mahal,” ucapnya.

Kemudian, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga mengalami penurunan deposito. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pada 2011 dana mahal yang dikumpulkan BCA yaitu Rp 74,4 triliun. Di tahun 2012, angka tersebut menurun tipis 1,8% jadi Rp 73 triliun.

Untungnya, jumlah dana mahal tersebut hanya berporsi 20% terhadap total DPK di BCA. Sedangkan dana murah masih memegang bagian lebih banyak yakni 80% dengan nominal Rp 297,2 triliun.

Tahun lalu, dana masyarakat yang dihimpun BCA mencapai Rp 370,2 triliun. Ini meningkat 14,5% dibanding Rp 323,3 triliun di tahun sebelumnya. Sedangkan, penyaluran kreditnya mampu tumbuh 26,9% dari Rp 202,2 triliun jadi Rp 256,7 triliun.

Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja pernah menyatakan kekhawatirannya apabila DPK tumbuh lebih tinggi dibanding kredit. Karena bank akan kesulitan menyalurkan pendanaan yang cemerlang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×