kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.820   -41,00   -0,24%
  • IDX 6.442   73,17   1,15%
  • KOMPAS100 923   0,44   0,05%
  • LQ45 723   -0,82   -0,11%
  • ISSI 202   3,78   1,91%
  • IDX30 377   -0,84   -0,22%
  • IDXHIDIV20 459   0,93   0,20%
  • IDX80 105   -0,21   -0,20%
  • IDXV30 112   0,60   0,54%
  • IDXQ30 124   -0,13   -0,11%

Transaksi Private Equity di Asia Tenggara Naik, Indonesia Jadi Kontributor Terbesar


Selasa, 15 April 2025 / 04:20 WIB
Transaksi Private Equity di Asia Tenggara Naik, Indonesia Jadi Kontributor Terbesar
ILUSTRASI. Pencatatan perdana saham PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI) di BEI Jakarta.


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Deloitte merilis laporan yang membahas tren industri investasi Private Equity di kawasan Asia Tenggara. Riset yang bertajuk Southeast Asia edition of the Private Equity (PE) 2025 Almanac ini disusun berdasarkan basis data portofolio eksklusif Deloitte serta pemantauan pasar yang intensif sepanjang tahun. Laporan ini akan menggambarkan memberikan data dan analisis tren investasi yang tengah berkembang di Asia Tenggara.

Selama 2024, kawasan Asia Tenggara mencatat 69 transaksi PE senilai US$ 9,4 miliar, meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 5,2 miliar dari 87 transaksi. Kontribusi Asia Tenggara dalam keseluruhan transaksi PE di kawasan Asia Pasifik juga meningkat tajam, dari 3,7% di 2022 menjadi 6,8% pada 2024, mencerminkan minat investor yang semakin besar terhadap fundamental ekonomi kawasan ini.

Jamil Raza Syed, Private Equity Leader, Deloitte Southeast Asia dalam laporan dikutip KONTAN memaparkan, sektor Teknologi, Media, dan Telekomunikasi (TMT) menjadi sektor yang mendominasi aktivitas PE di Asia Tenggara dengan kontribusi hampir 52% dari total nilai transaksi. Ini seiring dengan peran kawasan ini yang kian penting sebagai pusat kecerdasan buatan (AI) dan data center. 

Baca Juga: Deloitte: Perusahaan Inggris Perketat Arus Kas dan Pangkas Biaya Jelang Tarif Trump

Sektor konsumer juga terus menjadi motor pertumbuhan, menyumbang 22% dari total nilai transaksi, didukung oleh pertumbuhan kelas menengah dan tren demografi yang menguntungkan.

Sub-sektor pendidikan mengalami lonjakan signifikan, dari hanya satu transaksi pada 2023 menjadi sembilan transaksi pada 2024, menunjukkan minat yang terus tumbuh terhadap aset pendidikan di kawasan ini.

Sementara itu, sektor kesehatan tetap menarik meskipun jumlah transaksinya menurun dari 17 menjadi 8, dengan total nilai mencapai US$1,8 miliar. Akuisisi besar oleh CVC terhadap Siloam International Hospitals senilai US$1,1 miliar menjadi pendorong utama.

Singapura mempertahankan posisinya sebagai destinasi investasi utama, menyumbang 48% dari jumlah transaksi dan 56% dari total nilai. Negara ini menarik investor dengan kebijakan yang mendukung transformasi digital, infrastruktur data center yang kuat, dan kerangka regulasi yang terpercaya.

Indonesia menjadi pusat perhatian berikutnya dengan 17% dari total transaksi dan 24% dari nilai transaksi, ditopang oleh ekonomi yang berkembang pesat, populasi muda yang melek teknologi, dan ekosistem digital yang luas. Investasi besar seperti akuisisi Yupi oleh Affinity senilai US$1,2 miliar dan pembelian Siloam oleh CVC menjadi sorotan.

Negara lain seperti Vietnam, Filipina, Thailand, dan Malaysia juga mencatatkan aktivitas yang stabil, terutama di sektor logistik, energi, jasa keuangan, dan layanan kesehatan.

Baca Juga: Nilai Kesepakatan Private Equity di Asia Tenggara Kembali Meningkat

Meskipun nilai exit meningkat 50% dibandingkan 2023, pasar exit di Asia Tenggara masih menghadapi tantangan. Aktivitas IPO yang lesu dan perbedaan valuasi antara pembeli dan penjual memperpanjang masa kepemilikan aset.

Sebagai respons, banyak General Partners (GP) di kawasan mulai mengadopsi solusi likuiditas alternatif seperti secondary transactions dan continuation funds. Contohnya, Navis Capital Partners meluncurkan continuation fund kedua untuk mendukung portofolio sektor pendidikan.

Secara regional, dana PE yang dihimpun di Asia Pasifik turun 32% menjadi US$69 miliar, namun Asia Tenggara justru mencatat pertumbuhan 21%, dari US$ 5,2 miliar di 2023 menjadi US$6,3 miliar di 2024, menunjukkan pergeseran minat dari China ke Asia Tenggara.

Sektor private credit juga mengalami percepatan pertumbuhan. Temasek, misalnya, meluncurkan entitas private credit senilai S$ 10 miliar pada Desember 2024. Pertumbuhan ini mengisi kekosongan pembiayaan bagi UKM yang tidak terlayani oleh perbankan konvensional dan meningkatkan opsi pendanaan di sektor infrastruktur seperti energi terbarukan dan telekomunikasi.

Dengan transisi politik yang stabil di negara-negara utama di Asia Tenggara seperti Vietnam, Thailand, dan Indonesia, serta ekspektasi penurunan suku bunga, Deloitte menilai prospek PE pada 2025 dipandang positif. Investor juga memantau kebijakan perdagangan dan regulasi dari pemerintahan baru di AS, yang dapat membuka peluang lebih luas di Asia Tenggara saat fokus global bergeser dari China.

Baca Juga: Digitalisasi Asia Tenggara Terkendala Penipuan, Ini Solusi dari 1datapipe

Sektor TMT dan konsumen diprediksi akan tetap menjadi fokus, dengan Singapura mempertahankan perannya sebagai pusat merger dan akuisisi (M&A) digital dan Indonesia diharapkan terus menarik investasi berkat reformasi legislatif dan percepatan digitalisasi.

Dengan semakin matangnya ekosistem PE di kawasan ini, serta mulai membaiknya pasar IPO dan meningkatnya aktivitas trade sale, Asia Tenggara diproyeksikan menjadi pusat investasi PE yang semakin menjanjikan pada 2025. Deloitte memperkirakan prospek aktivitas PE di Asia Tenggara pada 2025 akan tetap positif. Beberapa faktor pendukung diantaranya,  

  • Daya tarik kawasan sebagai pasar investasi menjanjikan dengan indikator demografi dan ekonomi yang kuat.
  • Proyeksi penurunan suku bunga di sejumlah negara Asia Tenggara.
  • Ketersediaan dana investasi (dry powder) yang signifikan.
  • Meningkatnya kematangan ekosistem PE di kawasan ini.

Meskipun dihadapkan pada tantangan geopolitik dan ketidakpastian perdagangan global, Deloitte tetap optimis tren peningkatan aktivitas transaksi yang tercatat pada kuartal keempat 2024 akan berlanjut hingga 2025.

Baca Juga: Xi Jinping Tur Diplomatik ke Asia Tenggara di Tengah Memanasnya Hubungan dengan AS

Singapura diprediksi akan mempertahankan posisinya sebagai pusat aktivitas merger dan akuisisi (M&A) di Asia Tenggara, didukung oleh stabilitas politik, prospek ekonomi yang solid, serta kepemimpinan dalam transformasi digital. Sementara itu, investasi di sektor-sektor terkait AIkhususnya pusat data akan terus menjadi fokus utama investor di tahun mendatang.

Selanjutnya: Kredit Investasi Perbankan Masih Tumbuh Dua Digit

Menarik Dibaca: Penyebab Asam Urat ini Jangan Diabaikan, Berikut ini Tips Mencegahnya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×