Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona (Covid-19) turut memberikan dampak kepada fintech peer to peer (P2P) lending. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyebut tekanan ekonomi akibat pandemi, membuat tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) 90 hari atau kredit bermasalah industri P2P lending meningkat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat TWP di atas 90 hari industri fintech P2P lending tercatat naik menjadi 7,99% per Juli 2020. Tren peningkatan TWP secara signifikan mulai terjadi pada Maret 2020. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas pembayaran, sehingga terjadi peningkatan rasio kredit bermasalah, semakin tinggi TWP, maka tingkat keberhasilan pengembalian (TKB) semakin rendah.
“Kami melihat dari data terdapat bebera sektor yang sangat terdampak Covid-19 yakni pariwisata, penerbangan, otomotif, konstruksi dan real estate, serta manufaktur. Oleh sebab itu, banyak P2P lending yang beralih fokus mengarap sektor yang berkaitan pada ecommerce, ICT, personal dan kesehatan, food processing and retail, serta layanan dan suplai kesehatan,” Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi dalam diskusi virtual pada Rabu (23/9).
Baca Juga: Marak tawaran pinjaman online lewat SMS, AFPI: Itu praktik fintech ilegal
Ia melihat masih terdapat sektor yang masih bisa diperhitungkan dan bisa menjadi dipiluh seperti layanan finansial, edukasi, minyak dan gas, serta agrikultur.
Adrian mengatakan, peningkatan rasio kredit bermasalah atau TWP di industri fintech P2P lending ini adalah wajar, ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas pembayaran, karena banyak nasabah atau perusahaan mengalami penurunan pendapatan seiring pandemi.
“Penurunan kualitas pembayaran bukan hanya terjadi di industri fintech lending, tetapi juga di lembaga jasa keuangan lainnya seperti perbankan dan multifinance. Hal ini seiring dengan imbas pandemi Covid-19. Namun dengan TWP di bawah 8% masih dibatas wajar industri fintech lending. Inilah yang perlu tetap dijaga agar kualitas pembayaran tetap baik,” kata Adrian.
Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI, Tumbur Pardede mengatakan, dengan TWP di bawah 8% masih dapat dikatakan dalam rentang terkendali, dan menjadi tugas asosiasi dan seluruh anggota penyelenggara fintech P2P lending untuk menjaga agar tidak menyentuh di atas rentang ini.
“Sesuai ciri khas industri fintech lending, yakni memiliki artificial intelligent dengan credit scoring yang dinamis, yang bergerak langsung berubah sesuai profil konsumen terkini. Sejalan dengan meningkatnya nilai penyaluran pinjaman, maka rasio kredit bermasalah atau TWP akan membaik,” ujar Tumbur.
PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) telah mengubah strategi bisnis yang fokus menyasar pinjaman kepada pengusaha online yang terdaftar di ecommerce. Co-Founder & COO Modalku, Iwan Kurniawan mengatakan saat dan sesudah pandemi, para pengusaha online bisa tetap mempertahankan usahanya.
Ia menyebut, pada pembatasan sosial, semakin banyak masyarakat yang melakukan aktivitas utamanya melalui platform digital, termasuk transaksi jual beli barang.
"Modalku melihat peningkatan penggunaan layanan digital ini harus diimbangi dengan akses pendanaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik pengusaha online,” ujar Iwan.
Guna mempertahankan kualitas pinjaman, Modalku akan melakukan penyesuaian pemberian pinjaman, seperti limit dan tenor pinjaman. Juga meningkatkan proses seleksi yang lebih komprehensif terhadap calon peminjam maupun UMKM yang sudah menjadi peminjam di Modalku.
“Prinsip Responsible Lending akan terus kami lakukan juga, dimana kami melakukan penilaian terhadap UMKM peminjam dan kemampuan finansial mereka untuk melunasi pinjaman. Karena kami juga memiliki tanggung jawab kepada pemberi pinjaman yang meminjamkan dananya melalui Modalku,” tuturnya.
PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) mengaku terjadi pembaikan TWP 90 di tengah pandemi. CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Tambunan mengaku peningkatan kualitas pinjaman menjadi 98,76% saat ini.
“Kami memperketat assesment risk secara prudent dan menjaga risiko portfolio pinjaman dengan memperbesar porsi penyaluran pinjaman dalam bentuk invoice financing (underlying berupa invoice) dibanding pre-invoice financing (underlying berupa kontrak yang masih harus dikerjakan),” tambah Ivan.
Selain itu, Akseleran juga keluar dari beberapa sektor yang sedang kurang baik performanya. Juga melakukan pengawasan terhadap pinjaman yang sudah tersalurkan dengan lebih intensif.
Selanjutnya: Hingga Agustus 2020, penyaluran pinjaman Modalku tembus Rp 16,6 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News