Reporter: Roy Franedya, Nurul Kolbi | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menitipkan harapan besar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam hal melindungi konsumen. YLKI menilai, selama ini regulator kurang berpihak pada nasabah.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo, mengatakan OJK harus bisa meningkatkan kesadaran nasabah mengadukan setiap ketidakadilan yang mereka derita. Jika masyarakat semakin terbiasa, pelaku industri keuangan tidak berani macam-macam. "OJK harus menjadi pelindung konsumen dengan membuat aturan yang mampu membuat informasi berimbang dan transparan. Namun kendalanya industri bisa tumbuh bila informasi asimetris," ujarnya, Kamis (12/10).
Berdasarkan data YLKI, Sepanjang 2011 ada 525 pengaduan masuk ke YLKI. Sebanyak 147 aduan atau 28% di antaranya adalah pengaduan konsumen di sektor jasa keuangan. Dari pengaduan tersebut sebanyak 112 laporan mengalir ke industri perbankan, 22 pengaduan untuk perusahaan pembiayaan dan 13 pengaduan ke industri asuransi.
Ada beberapa hal yang menjadi sumber pengaduan nasabah. Pertama, pembebanan dan menaikkan biaya secara sepihak yang cenderung sangat tinggi. Bank juga sengaja melambatkan penutupan account. Kasus ini banyak terjadi di kartu kredit dan penutupan tabungan.
Kedua, kontrak yang tidak fair antara nasabah dan bank. Berdasarkan temuan YLKI, ada klausul kontrak bank yang menyatakan konsumen tunduk pada peraturan yang sudah ada maupun yang akan dibuat di kemudian hari.
Ada juga klausul yang memberi kuasa kepada pihak bank menggunakan data nasabah dengan baik untuk keperluan bank maupun keperluan pihak ketiga. "Kami tidak paham kenapa Bank Indonesia memperbolehkan praktik tersebut," kata Sudaryatmo.
Menurut dia, klausul-klausul tersebut jelas melemahkan posisi nasabah dan menunjukkan tidak adanya perlindungan konsumen, "YLKI meminta OJK mengatur kontrak antara nasabah dengan bank sehingga posisi konsumen terlindungi," tambah Sudaryatmo.
Ia berharap, keberadaan OJK mampu menutup peluang terciptanya kasus-kasus investasi bodong, seperti di Bank Century dan Bank Global. Dalam kasus ini regulator tidak mampu mengidentifikasi produk yang dijual lewat bank. Namun, ketika bank kolaps, regulator langsung lepas tangan dengan menyatakan produk tersebut tidak terdaftar.
Anggota Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S. Soetiono, mengatakan OJK sedang melakukan pemetaan masalah konsumen yang nanti akan disesuaikan dengan sistem. "Perlindungan konsumen menjadi perhatian kami. Sebelum ada UU OJK, selama ini tidak ada aturan di Indonesia yang mewajibkan satu regulator memperhatikan konsumennya," ujarnya. Peran untuk melindungi nasabah dituangkan dalam pasal 30 UU OJK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News