kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis lesu, kredit macet hotel dan restoran capai rekor tertinggi


Senin, 02 April 2018 / 11:02 WIB
Bisnis lesu, kredit macet hotel dan restoran capai rekor tertinggi
ILUSTRASI. Mesin Penghitung Uang di Bank


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis hotel dan restoran rupanya berisiko tinggi di mata bank. Ini tercermin dari rasio kredit macet alias non performing loan (NPL) sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan minuman yang tinggi di awal 2018.

Per Januari 2018, rasio NPL sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum tercatat 5,58% dan  rekor tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.

Ini juga merupakan NPL tertinggi dibandingkan 10 sektor lapangan usaha utama lain. Sebagai perbandingan, rasio NPL sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum pada Januari 2017 sebesar 4,33%.

Bambang Tribaroto, Sekretaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) menuturkan, sektor akomodasi, makanan dan minuman sangat erat dengan tingkat konsumsi masyarakat. Khusus untuk akomodasi, tantangan ada di daya beli dan juga terimbas kemajuan teknologi. Kehadiran aplikasi penyedia tempat tinggal di daerah wisata mengurangi okupansi perhotelan.

Rasio NPL BRI pada sektor ini masih terjaga yaitu 2,6%. BRI mengaku memilih menjaga kualitas dengan mencari calon nasabah yang bagus sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Meski begitu, Bambang menilai, potensi bisnis sektor makanan dan minuman dan akomodasi masih bagus. Ini mengingat, share konsumsi terhadap ekonomi Indonesia masih di atas 50%

Nixon Napitupulu, Direktur Bank Tabungan Negara (BTN) mengatakan, rasio NPL BTN di sektor ini tidak terlalu besar. Untuk sektor hotel, BTN saat ini tidak mempunyai terlalu banyak eksposure kredit di segmen ini. Hal ini karena bank ini fokus ke kredit rumah dan konstruksi rumah.

OJK mencatat, salah satu faktor tingginya NPL itu karena bisnis hotel yang melempem di akhir tahun  lalu dan berimbas di awal tahun.

Boedi Armanto, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK mengatakan, pada waktu Gunung Agung di Bali meletus, sektor perhotelan dan turunannya lesu. Asosiasi perhotelan juga menginformasikan daya beli masih belum terlalu tinggi di awal tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×