kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Modal perbankan bisa tergerus krisis


Senin, 19 November 2012 / 08:05 WIB
Modal perbankan bisa tergerus krisis
ILUSTRASI. Berikut akun Instagram yang bisa Anda follow untuk inspirasi kamar mandi minimalis. Foto:?Instagram @coastaldecor


Reporter: Roy Franedya |

JAKARTA. Tingginya rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) di perbankan, ternyata menolong bank-bank menyerap risiko yang muncul. Hasil stress test Bank Indonesia (BI) pada portofolio perbankan semester I-2012, bank-bank mampu menyerap risiko. Namun, bankir harus tetap waspada, karena risiko-risiko itu menyusutkan CAR, meskipun masih di atas ketentuan minimal sebesar 8%.

Hasil penelitian BI, bank persero alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan bank pembangunan daerah (BPD) merupakan kelompok yang paling rentan terhadap risiko kredit dan kenaikan suku bunga rupiah. Kenaikan kredit macet atau non-performing loan (NPL) akan menggerus CAR BPD sebesar 3,26%, sedang di bank pelat merah menyusut 2,53%. Kenaikan suku bunga rupiah menggerus CAR BPD 3,55% dan BUMN 2,71%.

BI juga mencatat, kelompok bank BUMN dan kantor cabang bank asing (KCBA) rentan terhadap risiko pelemahan harga surat utang negara (SUN). Anjloknya harga SUN menggerus CAR di bank BUMN sebesar 2,26% dan KCBA 2,6%.

Sementara itu, risiko pelemahan nilai tukar paling berdampak ke kelompok bank campuran maupun KCBA. Penurunan CAR di masing-masing kelompok bank tersebut adalah 0,36% dan 0,52%. Per akhir September 2012, posisi CAR di bank BUMN adalah 16,61%, BPD (17,15%), bank campuran (18,5%), dan KCBA (27,42%).

Memperkuat modal

Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), mengatakan dalam kondisi sekarang ini bankir memang perlu makin hati-hati menyalurkan kredit, misalnya menjaga kualitas kredit agar tetap lancar. Bankir wajib menempatkan kelebihan dana di surat berharga yang berisiko rendah. "Bank juga perlu mencetak laba besar, sehingga bisa menambah modal secara mandiri," kata Jahja, beberapa waktu lalu.

Mohammad Doddy Arifianto, pengamat perbankan, menambahkan bank adalah industri padat modal. Maka, agar terhindar dari risiko kredit dan pasar, bank harus terus memperkuat permodalan. "Jadi perlu kiranya para bankir meminta pemegang saham mengurangi porsi dividen agar permodalan menguat untuk mendukung ekspansi bisnis dan peningkatan penyerapan risiko," jelas Doddy.

Aviliani, Komisaris Independen Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengatakan, perbankan perlu mewaspadai sisi eksternal. "Kalau ada gejolak seperti demo besar, risiko NPL dari sektor industri akan naik," katanya. Selain itu, penurunan ekspor akibat pelemahan ekonomi di China dan Eropa dikhawatirkan mengganggu bisnis, sehingga kemampuan debitur membayar utang menurun.                                 n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×