kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemulihan daya beli jadi harapan IKNB


Kamis, 29 Desember 2016 / 13:00 WIB
Pemulihan daya beli jadi harapan IKNB


Reporter: Dina Farisah, Mona Tobing, Tendi Mahadi | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Tahun 2016 segera berlalu. Seperti halnya sektor perbankan, bisnis industri keuangan non bank juga dipengaruhi geliat pertumbuhan ekonomi.

Saat ekonomi lesu seperti tahun ini, bisnis industri keuangan non bank pun ikut kekurangan darah. Pun sebaliknya. Toh begitu, ceruk pasar yang masih lebar menjadi peluang tersendiri bagi industri keuangan non bank (IKNB).

Lagi pula, regulator sektor keuangan memberi kelonggaran bagi pelaku IKNB agar bisnisnya mengembang. Ambil contoh, memperluas cakupan bisnis perusahaan pembiayaan atawa multifinance, atau memfasilitasi penerbitan asuransi mikro.

Atas dasar itu, pelaku IKNB yakin di tahun depan, bisnis akan lebih menggeliat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi lebih baik ketimbang tahun ini juga akan menopang IKNB.

Apalagi, industri keuangan non bank sudah terbukti tahan banting. Pernah dihantam krisis di tahun 1998 dan tahun 2008, industri keuangan non bank dapat segera bangkit dan mencetak kinerja yang ciamik.

Hendrisman Rahim, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengatakan dalam 10 tahun terakhir rata-rata pertumbuhan asuransi jiwa di Indonesia di atas 10% per tahun. Dus, AAJI pun optimistis pertumbuhan premi akan mencapai 10%-30% di 2017.

Berkaca sampai kuartal III 2016, pertumbuhan premi asuransi jiwa tercatat sebesar 13% hingga 15%. "Kami yakin 51 perusahaan asuransi jiwa dapat mempertahankan pertumbuhan tersebut. Dalam 10 tahun mendatang, kita dapat menjadi industri yang kuat di wilayah Asean," tandas Hendrisman.

Senada, Yasril Y. Rasyid, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memperkirakan kondisi ekonomi tahun depan akan lebih baik. Ini akan menopang perolehan premi asuransi umum dan diperkirakan tumbuh 15% hingga 20%.

Kata Yasril, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bisnis IKNB termasuk asuransi umum pada tahun depan. Diantaranya belanja pemerintah, konsumsi masyarakat, pembangunan proyek infrastruktur yang lebih masif dan dana repatriasi amnesti pajak yang dapat meningkatkan investasi

Program pemerintah juga bakal menjadi stimulus asuransi umum untuk meraih premi. Sebab, beberapa program pemerintah bersinggungan langsung dengan perusahaan asuransi. Sebut saja sektor pertanian, perikanan, TKI, peternakan yang telah mengiring perusahaan asuransi untuk terlibat di dalamnya sebagai penjamin risiko atas peristiwa yang terjadi. Hal ini tentu menciptakan pasar baru bagi perusahaan asuransi umum.

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) pun berharap berkah dari perbaikan ekonomi tahun depan. Tahun ini menjadi tahun yang sulit bagi pemain bisnis multifinance.

Penjualan otomotif yang lesu memukul bisnis multifinance. Tahun ini, APPI memperkirakan pertumbuhan pembiayaan cuma 1%. Nah, di tahun depan proyeksinya lebih baik yakni tumbuh 5%.

Direktur Adira Finance I Made Dewa Susila mengatakan bisnis pembiayaan sangat bergantung pada kondisi makro ekonomi dan harga komoditas. Dua hal tersebut berdampak pada daya beli konsumen atas produk otomotif dan investasi industri untuk pembelian alat berat yang notabene menjadi tulang punggung multifinance.

Made mengakui, tahun depan tantangan bisnis multifinance masih sama seperti kondisi tahun 2016. Harga komoditas yang belum naik dan daya beli yang lemah masih akan terjadi pada tahun 2017.

Adira Finance sendiri menargetkan pertumbuhan pembiayaan Adira sekitar 10% tahun depan. Jika akhir tahun 2016, pembiayaan Adira Finance bisa sebesar Rp 31 triliun, maka di tahun depan pembiayaan bakal mencapai Rp 34,1 triliun.

Efek Trump

Selain faktor domestik, ketidakpastian global juga diwaspadai sejumlah pelaku IKNB. Mudjiharno Sudjono, Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) sekaligus Direktur Utama Dana Pensiun BRI pesimistis, imbal hasil atau return investasi dana pensiun bisa mencapai dobel digit pada tahun depan.

Sejumlah faktor akan mempengaruhi kinerja dana pensiun berasal dari faktor eksternal. Pertama ketidakpastian global pasca terpilihnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mempengaruhi kebijakan ekonomi global.

Kedua, yield dari sejumlah investasi hanya single digit. Misalnya, imbal hasil surat utang negara (SUN) hanya 6,5%. Pun bunga deposito masih rendah. Instrumen lain seperti saham dan reksadana juga belum memberikan harapan.

Mudjiharno mengaku berat apabila dana pensiun ditargetkan return dua digit. Dapen BRI, semisal, dalam rencana kerja anggaran perusahaan 2017 hanya menargetkan return sekitar 9%. "Jika return SUN sekitar 6,5% maka untuk mencapai target return 9%, kami mengandalkan saham yang memberikan yield tinggi," ungkap Mudjiharno.

Santosa, Presiden Direktur Asuransi Astra berujar, kebijakan AS juga akan berdampak kepada industri asuransi. Jika The Fed kembali menaikan bunga, yang terjadi di Indonesia, suku bunga bank akan ikut naik.

Satu sisi, ini akan menguntungkan hasil investasi lembaga keuangan. Namun, sisi lain akan melemahkan daya beli konsumen khususnya otomotif. Sektor otomotif paling sensitif jika suku bunga naik.

Kalau bunga mahal, masyarakat akan menunda pembelian kendaraan bermotor. "Imbasnya premi kendaraan bermotor juga akan susut," imbuh Santosa.

Proyeksi hasil investasisatu digit pun membayangi asuransi jiwa. Hari Prasetyo, Direktur Keuangan Asuransi Jiwasraya memperkirakan imbal hasil investasi gross Jiwasraya berkisar 8%-9% pada tahun 2017 mendatang. Proyeksi hasil investasi tersebut tak jauh beda dengan pencapaian tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×