kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perbankan digital Indonesia belum masif


Rabu, 25 Mei 2016 / 11:11 WIB
Perbankan digital Indonesia belum masif


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Era perbankan digital di Indonesia belum berjalan masif. Padahal, selain mempermudah layanan kepada masyarakat, layanan digital banking juga menawarkan efisiensi bagi pelakunya.

Sales Director Software AG untuk kawasan Asia Tenggara, Jae H. Park mengatakan, penetrasi perbankan di Indonesia masih minim, terutama bagi masyarakat kelas bawah yang selama ini belum tersentuh layanan perbankan. 

Dia merujuk pada data Bank Dunia yang mencatat baru 110 juta penduduk Indonesia dapat mengakses layanan bank.

Data tersebut menunjukkan, masih banyak penduduk Indonesia yang belum mendapat akses perbankan.

Dus, “Masih terbuka peluang yang baik untuk masuk ke industri digital banking, yang merupakan peluang mengembangkan layanan kepada nasabah,” terang Jae Park, selasa (24/5).

Jae Park menghitung, setiap penambahan 1% koneksi masyarakat Indonesia dengan perbankan, dapat meningkatkan pendapatan negara sebesar 5,01%. Dia melanjutkan, jika ada pertumbuhan rekening sebanyak 20% saban tahun, maka dapat menciptakan 1,7 juta lapangan pekerjaan baru dan akan berdampak pada penerimaan pajak.

Pada kesempatan yang sama, Filippo De Montis, Direktur Global Industry Solution–Banking dan Insurance Software AG mengatakan, digitalisasi merupakan cara baru perbankan meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan. 

Layanan digital juga merupakan cara untuk menghemat pengeluaran alias efisiensi. 

”Namun tantangan utamanya perbankan adalah harus mengerti apa itu digitalisasi, bagaimana dampaknya terhadap bisnis dan tidak lupa cara implementasi untuk menyukseskan semua itu,” tutur Montis.

Kata Montis, ada dua jenis digitalisasi dalam dunia perbankan. Pertama, basic digital yang masih menggunakan sistem tatap muka dan sedikit menggunakan kertas. Kedua yakni ekstrem digital. Artinya, perbankan sama sekali tidak menggunakan kertas dalam bertransaksi.

Menurut Montis, di Indonesia bisnis digital ini baru dalam tahap transisi menuju advance digital, karena beberapa perbankan masih menggunakan kertas. 

Untuk itu, meski harus mengucurkan dana yang cukup besar bagi investasi di bidang digital tersebut, perbankan Indonesia akan mendapatkan hasil yang lebih tinggi dikemudian hari.

Dengan mengikuti perubahan digital yang cepat, akan menimbulkan perubahan yang pesat pada industri perbankan. Tercermin dari 15 tahun belakangan ini terdapat perkembangan yang drastis baik segi teknologi dan juga layanan nasabahnya.

“Dengan itu banyak melahirkan cara-cara baru untuk menjaring nasabah, persaingan yang ketat dan persaingan teknologi,” imbuh Montis.

Apalagi saat ini. tidak kurang dari 100 juta penduduk Indonesia sudah terhubung dengan internet. Oleh sebab itu, di tengah persaingan era digital, bank harus memiliki keunggulan sendiri dalam mengembangkan bisnisnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×