Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), lindung nilai atau hedging menjadi pilihan bagi korporasi menjaga risiko dari fluktuasi kurs. Berdasarkan data Bloomberg, dalam sepekan terakhir saja nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah 1,16% menjadi 14.545 pada Selasa (24/7). Adapun dalam sebulan, rupiah telah melemah 2,72%.
Nanang Hendarsah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) mengatakan, seiring dengan pelemahan rupiah, permintaan produk hedging bank dasar, seperti spot dan forward meningkat.
Agar produk hedging semakin terjangkau oleh perbankan di tengah fluktuasi rupiah yang tinggi seperti sekarang, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan untuk menghapus margin 10% bagi transaksi hedging. Nanang berharap, dengan langkah ini biaya hedging akan semakin murah. "Jika begitu maka akan meningkatkan manajemen risiko terutama pada saat rupiah mengalami tren pelemahan seperti saat ini," ujarnya, Selasa (24/7).
Sebagai gambaran, BI pada tahun lalu sudah meluncurkan produk hedging dengan biaya yang cukup rendah. Produk tersebut bernama call spread. Volume transaksi produk hedging BI saat ini sebesar US$ 500 juta. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun lalu sebesar US$ 100 juta.
Tantangan saat ini adalah mendorong perusahaan menyadari risiko nilai tukar dan bisa melakukan transaksi hedging sesuai kebutuhan. BI mencatat saat ini sebanyak 11 bank callspread sudah bisa memberikan fasilitas lindung nilai.
Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan Bank Central Asia (BCA), mengatakan, seiring pelemahan nilai tukar rupiah, bank membutuhkan layanan hegding agar bisa meningkatkan mitigasi risiko. Strategi BCA saat ini berusaha memenuhi kebutuhan nasabah untuk hedging dari sisi produk dan ikut mengedukasi untuk pendalaman pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News