Reporter: Feri Kristianto |
JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) akhirnya menentukan sikap terkait rancangan peraturan menteri keuangan (RPMK) soal pemasaran produk asuransi. AAUI mengusulkan rancangan beleid lebih fleksibel terutama soal penerapan aktuaris, nama produk asuransi, tenaga ahli, ketentuan pemasaran dua perusahaan asuransi, dan bancassurance.
"Intinya kami tidak menolak tapi mengusulkan agar lebih baik," tegas Julian Noor, Direktur Eksekutif AAUI, Kamis (26/1).
Usul AAUI, pertama soal penamaan produk. Di rancangan beleid baru, penamaan produk asuransi harus dibedakan dari produk asuransi lain. AAUI meminta agar khusus asuransi umum, ada dua level produk yaitu standar alias dasar dan produk modifikasi. Produk standar tidak perlu wajib bernama tetapi yang modifikasi tidak masalah jika harus berbeda namanya. "Karena kalau produk standar di mana-mana sama modelnya," ujar Julian.
Kedua soal aktuaris. Beleid baru mengharuskan adanya komite pengarah produk yang berisikan seorang aktuaris. Pemakaian aktuaris di asuransi umum adalah hal baru. Nah AAUI minta agar asuransi umum diperbolehkan merekrut konsultan aktuaris tanpa harus merekrut aktuaris sebagai pegawai tetap. Sebab tanpa harus merekrut, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya operasional.
Namun AAUI juga memberikan alternatif lain. Jika regulator tetap mewajibkan, diminta masa toleransi perusahaan asuransi punya aktuaris diperpanjang. Di rancangan beleid, toleransi diberikan 3 tahun untuk memiliki ajun aktuaris, dan 5 tahun harus sudah punya fellow aktuaris. AAUI minta 5 tahun untuk ajun aktuaris dan 8 tahun fellow aktuaris.
Ketiga soal kewajiban pemakaian tenaga ahli di tiap lini usaha asuransi umum. Aturan ini memberatkan, bila perusahaan asuransi punya 13 lini usaha. Makanya AAUI mengusulkan agar diperbolehkan tenaga ahli menangani per kelompok bukan per lini usaha. Semisal, tenaga ahli bisa menangani marine cargo dan surety ship. "Agar jangan karena belum ada tenaga ahli perusahaan tidak bisa beroperasi," lanjutnya.
Keempat tentang ketentuan pemasaran produk bersama. Di rancangan beleid, setiap produk yang dipasarkan secara bersama-sama antara asuransi harus didaftarkan ke Menteri Keuangan. AAUI minta agar khusus mekanisme co-asuransi tidak termasuk yang harus dilaporkan ke menteri keuangan. Contoh co-asuransi, satu properti dijamin oleh 2 perusahaan asuransi. Namun untuk konsorsium tidak masalah.
Terakhir soal produk bancassurance. AAUI usul supaya produk berkaitan collateral dan aset tidak dimasukkan kategori bancassurance. Contoh berkaitan dengan ini, jaminan kredit yang diasuransikan. "Kami mendukung aturan tetapi masukan ini supaya membuat aturan nantinya juga bagus," imbuh Kornelius Simanjuntak Ketua AAUI.
Menanggapi usulan AAUI, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, Isa Rachmatawarta belum bisa menanggapi. Untuk sementara pihaknya menampung seluruh usulan dari industri asuransi. "Saat ini kami sedang kaji semua masukan dari AAUI," pungkas Isa Rachmatarwata.
Sebagai tambahan, rancangan beleid baru ini untuk menyempurnakan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan KMK Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Tujuan beleid baru nantinya untuk memperketat pengeluaran, pengembangan dan pemasaran produk asuransi baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News