Reporter: Ferrika Sari | Editor: Khomarul Hidayat
Sebelumnya, pada Kamis lalu (7/11), Komisi XI DPR dan Jiwasraya mengadakan rapat dengar pendapat tertutup. Dalam materi rapat dengar pendapat (RDP) yang dibacakan oleh Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko tersingkap banyak hal.
Jika menengok bahan rapat dengar pendapat itu, pangkal masalah Jiwasraya adalah terbitnya produk saving plan tahun 2013-2018 yang menawarkan return garansi 9%-13% per tahun.
Baca Juga: Nasib Asuransi Jiwasraya di Ujung Tanduk
Demi mengejar return tersebut, manajemen Jiwasraya waktu itu menempatkan dana investasi ke saham dan reksadana. Celakanya, mereka berinvestasi serampangan dan diduga terjadi rekayasa harga saham.
Akibatnya, aset investasi Jiwasraya tidak memiliki nilai. Begitu saving plan jatuh tempo, Jiwasraya tak bisa membayar.
Berdasarkan risalah rapat dengar pendapat itu, ada dua jenis asuransi di Jiwasraya. Pertama, asuransi kumpulan (kesehatan), terdiri dari peserta anak BUMN dan lainnya.
Jumlah peserta per kuartal III-2019 memiliki 10.705 peserta dan nilai manfaat polis hampir Rp 34 miliar.
Kedua, asuransi perorangan. Dari kanal keagenan memiliki 312.345 polis dengan nilai pertanggungan Rp 9,29 triliun.
Baca Juga: Pemerintah masih memproses kebutuhan suntikan dana bagi Jiwasraya
Lalu bancassurance produk saving plan terdapat 46.257 polis dengan nilai pertanggungan Rp 39,95 triliun.
Dari jumlah itu, total kebutuhan likuiditas Jiwasraya sampai tahun ini Rp 12,4 triliun.