Reporter: Astri Kharina Bangun |
JAKARTA. Akhir bulan ini Bank Indonesia (BI) berencana meluncurkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai kebijakan lalu lintas devisa terkait utang dan ekspor luar negeri.
Peraturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antara BI, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Bea Cukai dan Biro Pusat Statistik (BPS) tentang pemantauan ekspor-impor.
"PBI ini payung hukumnya adalah UU Bank Indonesia dan UU Lalu Lintas Devisa. Melalui PBI ini eksportir diwajibkan menyimpan hasil ekspornya masuk ke sistem keuangan dalam negeri. Namun, tidak diwajibkan melakukan konversi ke rupiah," jelas Kepala Biro Humas BI Difi Johansyah, Jumat (9/9).
PBI tersebut bertujuan memperkuat kondisi likuiditas valas di dalam negeri. Tidak lagi bergantung pada hot money yang tersimpan lewat portofolio di SBI, SUN maupun saham. Dana hot money yang cenderung bersifat jangka pendek bisa memicu pembalikan modal (capital reversal). Tahun lalu ketergantungan Indonesia terhadap portofolio asing sekitar US$ 16 miliar.
Namun, Difi belum dapat membeberkan pokok-pokok yang diatur dalam PBI baru tersebut. Misalnya, menyangkut masa berlaku efektif, transaksi dan denda.
Yang jelas, BI masih menggodok dan melakukan perbandingan aturan serupa di negara lain.
Di Malaysia, hasil ekspor wajib dibawa masuk ke perbankan domestik paling lambat enam bulan setelah ekspor. Di Thailand, wajib dibawa ke perbankan domestik paling lambat setahun setelah transaksi ekspor dan utang luar negeri.
Di Filipina, penarikan utang luar negeri wajib masuk dan dikonversikan ke Peso. Namun utang luar negeri untuk pembayaran ke non-penduduk tidak wajib masuk. Di India hasil ekspor wajib masuk dan wajib konversi paling lambat setahun setelah ekspor. Sementara di Brazil hasil ekspor dan utang luar negeri tidak wajib masuk, tapi bila masuk wajib dikonversi ke real Brazil.
"Nanti kami lihat mana yang bisa diambil," ungkap Difi. Ia menambahkan, BI memperkirakan dengan PBI tersebut perkirakan potensi penambahan valas tahun ini bisa mencapai US$ 31,5 miliar dolar. Perinciannya, dari devisa hasil ekspor US$ 29 miliar dolar dan US$ 2,5 miliar dari utang luar negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News