Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung telah menetapkan tersangka dalam kasus penyalahgunaan fasilitas pembiayaan repurchase agreement (repo) Danareksa Sekuritas kepada PT Aditya Tirta Renata senilai Rp 50 miliar pada Juni 2015. Manajemen lama Danareksa Sekuritas dan pihak swasta juga terseret dalam kasus ini.
Direktur Capital Market Danareksa Sekuritas Budi Susanto mengklaim, perusahaan telah menyetop produk pembiayaan dengan jaminan saham dan aset lainnya itu sejak 2015 karena mempertimbangkan eksposur yang besar dan sebagai bentuk mitigasi risiko.
Baca Juga: Danareksa Sekuritas bidik tambahan 50 ribu nasabah ritel di tahun ini
“Karena ini bentuk manajemen risiko, jadi tidak mungkin proporsi komposisi kami besar di satu tempat atau satu bisnis. Itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah manajemen risiko sehingga sejak 2015 produknya sudah tidak ada,” kata Budi di Jakarta, Senin (2/3).
Ia mengatakan nilai potensi kerugian akibat transaksi ini mencapai angka ratusan miliar. Untuk transaksi repo pada Juni 2015 merupakan perpanjangan restrukturisasi yang hingga saat ini belum dilunasi oleh Aditya Tirta kepada Danareksa Sekuritas.
Setelah produk disetop, perusahaan juga membubarkan Divisi Investing Financing yang bertugas menyalurkan pembiayaan kepada nasabah. Hal itu dilakukan setelah perusahaan belajar terhadap kasus yang terjadi.
Menurutnya, waktu itu transaksi dengan jaminan ini belum diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tapi perusahaan sudah menyetop pada 2015. Namun pasca 2017, regulator mengatur apa saja bisnis-bisnis perusahaan sekuritas yang diperbolehkan yang disertai bagaimana panduan dalam berusaha.
Baca Juga: Danareksa Sekuritas targetkan bisa antar 3 perusahaan untuk IPO di semester I 2020
“Kelihatannya OJK sudah ada peraturan baru, jadi lebih diatur apa saja bisnis yang bisa dijalankan perusahaan sekuritas dan perusahaan efek. Jadi sejak 2015, sudah tidak ada lagi karena ini kasus lama lama,” tambah dia.
Mengantisipasi hal serupa, Danareksa Sekuritas telah menyiapkan strategi. Direktur Utama Danareksa Sekuritas Friderica Widyasari Dewi menegaskan, pihaknya tidak akan lagi memberikan fasilitas pembiayaan di luar ketentuan OJK. Perusahaan juga akan meningkatkan tata kelola perusahaan (GCG).
“Serta memperbaiki standar operasional prosedur (SOP) dan orang-orang yang tersangkut dalam kasus ini sudah tidak ada, sehingga kami membuka lembaran baru ke depan,” ungkapnya.
Setelah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk akhir 2018 mengakuisisi 67% saham Danareksa Sekuritas membuat kredibilitas perusahaan di mata industri keuangan berkembang luar biasa dan banyak pengembangan-pengembangan yang akan dilakukan bersama.
Baca Juga: Danareksa Sekuritas kembangkan sistem online trading syariah
“Jadi memang ada perubahan strategi kami dari dulu funding hingga akhirnya ke jeblos seperti itu. Jadi ke depan kami akan menjadi leading securities broker yang fokus ke segmen ritel sehingga kita sedang memetakan real market,” pungkasnya.
Menurut catatan Kontan, kasus penyalahgunaan fasilitas pembiayaan Danareksa terkuak saat terjadi gagal bayar dari repo (gadai) saham di PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP) di tahun 2015.
Baca Juga: Ada usulan cukai minuman berpemanis, bagaimana nasib emiten makanan dan minuman?
Kasus membuka tabir adanya penyalahgunaan fasilitas pembiayaan Danareksa Sekuritas. Pada 3 Juni 2015, Danareksa Sekuritas memberikan fasilitas repo kepada Aditya Tirta Renata senilai Rp 50 miliar.
Pembiayaan repo tersebut memiliki tenor selama satu tahun, terhitung sejak tanggal 3 Juni 2015 hingga 28 Mei 2016. Atas pembiayaan repo itu, Aditya Tirta Renata memberikan jaminan saham SIAP sebanyak 433 juta saham, dengan memakai acuan harga penutupan perdagangan pada 25 Mei 2015 sebesar Rp 231 per saham. Aditya Tirta juga memberikan jaminan tambahan aset tanah seluas 5.555 m2.
Namun, sejak Oktober 2015, Aditya mulai tak membayar bunga dan pokok pinjaman ke Danareksa. Sesuai perjanjian fasilitas kredit itu, Danareksa punya kuasa penuh untuk menjual paksa saham SIAP alias forced sell, jika Aditya Tirta Renata tak membayar kewajibannya.
Hanya “Forced sell tak pernah dilakukan, sehingga Bursa Efek Indonesia (BEI) mensuspensi 6 November 2015,” ujar Mukri, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung kepada kontan saat itu.
Baca Juga: Dilarang lagi mulai hari ini, apa itu short selling?
Dalam pemberian fasilitas pembiayaan kepada Aditya Tirta Renata, Kejaksaan Agung menduga telah terjadi penyimpangan karena mempedomani Surat Keputusan Komite Pengelola Resiko Terkait dengan kasus ini, Kejagung saat ini sudah menetapkan lima orang tersangka.
Mereka adalah Rennier Abdul Rachman Latief (RAR) sebelumnya menjabat sebagai Komisaris Utama SIAP, Teguh Ramadhani (TR) adalah CEO PT EVIO Sekuritas serta Zakie Mubarak Yos (ZMY) adalah pemegang saham SIAP. Sedangkan dua tersangka lainnya datang dari Danareksa. Keduanya adalah MHH dan SJD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News