Reporter: Nurul Kolbi, Yudho Winarto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pupus sudah harapan Bank Maspion memiliki investor baru. Salah satu peminat paling serius, China Construction Bank Corp, memilih undur diri dari proses akuisisi. Bank terbesar kedua di dunia dari nilai pasar tersebut bersedia melanjutkan proses akuisisi jika Bank Indonesia (BI) sudah merilis aturan kepemilikan bank.
China Construction Bank mundur karena tidak mau membeli saham Bank Maspion kurang dari 99% . Sementara, BI akan membatasi kepemilikan mayoritas satu pihak di bawah 50%. "BI secara resmi juga sudah meminta kami menunda akuisisi," kata Herman Halim, Direktur Utama Bank Maspion, kepada KONTAN, Kamis (11/8).
Sejatinya, proses akuisisi Bank Maspion sudah mendekati tahap akhir. Maspion dan China Construction Bank sudah menyepakati harga, skema transaksi dan rencana pengembangan usaha. Bisa dibilang, calon pemegang saham pengendali itu tinggal menyampaikan dokumen ke bank sentral dan mengikuti serangkaian uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test. "Due diligence sudah tuntas sejak sebulan lalu. Kami tinggal menghadap ke BI," kata Herman lagi. Dibanding calon investor lain, China Construction merupakan penawar terbaik. Mereka bersedia membayar 4 kali dari nilai buku. "Ini harga premium dan maksimal," katanya.
Permodalan aman
Data BI menyebutkan, hingga Maret 2011 lalu, bank yang berkantor pusat di Surabaya ini tercatat memiliki aset senilai Rp 2,387 triliun, tumbuh 4,5% (year on year/yoy). Laba bersih meroket 422%, dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 13 miliar. PT Alim Investindo tercatat sebagai pemilik saham mayoritas sebesar 82,41%. Sisanya PT Guna Investindo 8,24% dan pemegang saham lain 9,35%.
Sebelum bernegosiasi dengan bank asal Tiongkok, tahun lalu pemilik Bank Maspion mencapai kesepakatan dengan The Royal Bank of Canada (RBC). Harganya US$ 80 juta untuk 30% saham.
Namun, semua buyar lantaran RBC mengubah skema akuisisi di menit-menit akhir. "Saat kesepakatan awal, kami melepas lewat pasar modal (IPO), RBC menjadi pembeli siaga. Tapi mereka ingin strategic sales dan mayoritas," katanya. Selain harga tidak cocok, Maspion masih ingin menjual saham lewat bursa.
Meski gagal melepas saham kepada China Construction Bank, Maspion tidak memiliki masalah permodalan. Sampai April lalu, pemegang saham menyuntik dana Rp 100 miliar. Tambahan modal ini cukup untuk menopang ekspansi tahun ini. "Rasio kecukupan modal (CAR) kami 16%. Jika target pertumbuhan 30% tercapai, CAR kami turun ke14%, masih aman," kata Herman.
Untuk memenuhi kebutuhan modal di masa mendatang, Bank Maspion kembali menghidupkan rencana melantai di bursa. Sayang, Herman belum bersedia mengungkap target realisasi rencana ini.
Difi A. Johansyah, Kabiro Humas BI, mengaku belum mengetahui mundurnya China Construction Bank. Namun, ia memastikan BI menunda semua proses akuisisi. Sebelumnya, BI mengembalikan proposal Affin Holdings dan RHC Capital. Kedua bank asal Malaysia ini ingin menguasai Bank Ina Perdana dan Bank Mestika Dharma.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News