kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alasan sejumlah bank swasta jumbo tak berminat pada dana PEN


Minggu, 20 September 2020 / 19:50 WIB
Alasan sejumlah bank swasta jumbo tak berminat pada dana PEN


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memperluas jangkauan penempatan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) ke bank swasta terkendala.

Selain beban bunga penempatan yang cukup tinggi, bank-bank swasta jumbo juga tak laik dapat penempatan dana lantaran tak memenuhi syarat kepemilikan mayoritas lokal.

Penelusuran KONTAN, dari 15 bank dengan aset terbesar, hanya ada dua bank swasta yang laik menerima penempatan dana yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Panin Tbk (PNBN).

Sementara lainnya ada bank pelat merah, dan satu entitas anaknya yaitu PT Bank Mandiri Syariah, dan satu bank daerah yaitu PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR). Sisanya praktis semua bank telah dikuasai asing.

Baca Juga: Bankir pastikan tren penurunan bunga kredit berlanjut

“Kami tidak mengajukan dana PEN, karena kalau merujuk aturannya kami tidak eligible,” kata DIrektur Wholesale Banking PT Bank Permata Tbk (BNLI) Darwin Dibowo kepada KONTAN pekan lalu.

Awal kuartal II-2020 lalu, Bangkok Bank resmi mengambil alih 89,12% saham perseroan dari PT Astra International Tbk (ASII), dan Standard Chartered Bank (SCB). Ini yang

Sementara bank swasta terbesar di tanah air yaitu BCA juga menyatakan belum tertarik mengajukan permohonan dana PEN. Tingkat bunga penempatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan rerata biaya dana alias soct of fund persreoan jadi alasannya.

“Dana PEN kami belum perlu, karena likuiditas kami bagus. CoF kami juga sangat kecil di level 1,4-1,5%,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja kepada KONTAN.

Sebagai gambaran, dana PEN yang ditempatkan di bank pelat merah dapat bunga 3,42%. Sementara di bank daerah, di atas 3%. Jika BCA ambil dana PEN, maka ada potensi biaya dana BCA malah akan terkerek tinggi.

Baca Juga: Ingin mendorong kredit saat pandemi, berikut cara yang efektif menurut ekonom

Lagipula BCA memang cukup selektif untuk menyalurkan kredit selama pandemi ini, apalagi ke segmen UMKM. Sementara bank penerima dana PEN justru diwajibkan menyalurkan kredit, terutama ke segmen UMKM.

Di sisi lain, loan to deposit ratio  (LDR) perseroan juga terhitung sangat longgar pada level 73,3%. Ini ditopang oleh pertumbuhan dana murah alias current account and saving account (CASA) yang tumbuh 12,8% (yoy), sementara akhir semester I-2020 rasio CASA perseroan juga mendominasi dana pihak ketiga sebesar 75,6%.

Hal senada juga disampaikan oleh Presiden Direktur Bank Panin Hewidayatmo yang bilang perseroan memang belum memerlukan dana PEN. Meskipun ia tak memberi penjelasan lebih lanjut.

Jika merujuk laporan keuangannya, likuiditas perseroan yang makin longgar bisa jadi salah satu alasannya. LDR perseroan yang biasanya berada di atas 100%, pada Juni 2020 bahkan menyusut hingga di level 90,82%. Pun pertumbuhan DPK perseroan telah tumbuh 7,53% (ytd) dari Rp 131,41 triliun akhir tahun lalu menjadi Rp 141,31 triliun.

Diminati bank menengah

Meskipun kurang diminati bank-bank jumbo, sejumlah bank menengah di kelas bank umum kegiatan usaha (BUKU) 2, dan BUKU 3 justru telah mengajukan permohonan dana PEN kepada Kemkeu.

PT Bank BNI Syariah misalnya, bank yang awal kuartal II-2020 resmi menyandang predikat BUKU 3 mengaku telah mengajukan dana PEN senilai Rp 3 triliun.

“Kami sudah mengajukan dana PEN Rp 3 triliun dengan underlying gross sampai Desember 2020. Untuk saat ini, jumlah tersebut sudah cukup besar karena likuidiitas kami juga cukup longgar,” kata Direktur Keuangan BNI Syariah Wahyu Avianto kepada KONTAN.

Sampai Juli 2020, entitas anak BNI Syariah ini tercatat memiliki rasio financing to deposit ratio (FDR) pada level 71,93%. Sementara pertumbuhan perseroan masih negatif 4,23% (ytd).

Adapun di kelas BUKU 2, ada PT Bank Pembangunan Daerah Sumatea Utara, dan PT Bank National Nobu yang mengaku telah mengajukan dana PEN kepada Kemenkeu.

“Kami sudah mengajukan melalui Kanwil Perbedaharan Medan, untuk diteruskan kepada Menteri Keuangan dengan nilai Rp 1 triliun,” kata Corporate Secretary Bank Sumut Syahdan Siregar kepada KONTAN pekan lalu.

Baca Juga: Bukan pangkas suku bunga, ini cara efektif dorong kredit menurut ekonom saat pandemi

Sebagai informasi, dari total dana PEN yang dialokasikan Rp 78,8 triliun baru dialokasikan senilai Rp 30 triliun kepada empat bank pelat merah, dan Rp 11,5 triliun kepada tujuh bank daerah. Sehingga masih ada sisa sekitar Rp 37,3 triliun.

Adapun senilai Rp 8,5 triliun dana yang belum dialokasikan akan disalurkan kepada bank daerah, sedangkan sisa Rp 28,8 triliun akan ditempatkan kepada bank swasta dan bank syariah.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari bilang saat ini pihak Kemenkeu masih memfinalisasi bank-bank mana saja yang laik menerima penempatan dana.

Untuk hal tersebut, Kemkeu turut dibantu oleh Otoritas Jasa Keuangan. Maklum, dalam beleid PMK 104/2020 selain soal mayoritas kepemilikan lokal, bank penerima dana PEN minimal mesti memiliki tingkat kesehatan komposit tiga.

“Kami sudah menyerahkan hasil penilaian OJK kepada Kemkeu. Untuk memutuskan siap ayang berhak menerima domainnya ada di Kemenkeu,” kata Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo kepada KONTAN.

Selanjutnya: Penjaminan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Hampir Menyentuh Rp 5 Triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×