kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.405.000   -9.000   -0,64%
  • USD/IDR 15.370
  • IDX 7.722   40,80   0,53%
  • KOMPAS100 1.176   5,28   0,45%
  • LQ45 950   6,41   0,68%
  • ISSI 225   0,01   0,00%
  • IDX30 481   2,75   0,57%
  • IDXHIDIV20 584   2,72   0,47%
  • IDX80 133   0,62   0,47%
  • IDXV30 138   -1,18   -0,84%
  • IDXQ30 161   0,48   0,30%

Antisipasi Kredit Buruk, Perbankan Pertebal Rasio Pencadangan


Selasa, 11 Juli 2023 / 19:06 WIB
Antisipasi Kredit Buruk, Perbankan Pertebal Rasio Pencadangan
ILUSTRASI. Langkah mempertebal rasio pencadangan masih menjadi solusi bagi perbankan untuk mitigasi risiko.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Risiko kualitas kredit yang memburuk tampaknya masih tercium dari beberapa bank. Alhasil, langkah mempertebal rasio pencadangan masih menjadi solusi bagi mereka untuk mitigasi risiko.

Memang, jika dilihat secara industri, kualitas kredit perbankan masih membaik dengan rasio Non Performing Loan (NPL) net perbankan sebesar 0,77% di Mei 2023, turun dari bulan sebelumnya di level 0,78%. Hanya, angka tersebut masih lebih tinggi dari posisi akhir tahun di level 0,71%.

Salah satu bank yang berupaya untuk meningkatkan pencadangannya saat ini adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dengan target NPL coverage akan dinaikkan secara bertahap sampai 200% di 2025. Saat ini, NPL coverage BTN di kisaran 140% hingga 150%.

Baca Juga: OJK Dorong Perbankan Pertebal Pencadangan

Direktur Risk Management BTN Setiyo Wibowo mengungkapkan, kondisi NPL BTN saat ini secara bertahap turun. Meski begitu, ia melihat ada beberapa sektor yang kualitas kreditnya bermasalah. Dalam hal ini, sektor properti high rise yang dinilai permintaannya belum pulih tapi kondisi sedang kelebihan pasokan

“Loan at Risk (LAR) kami masih tinggi, jadi ini bagian dari pendekatan yang konservatif untuk antisipasi NPL di kemudian hari,” ujar Setiyo Wibowo kepada KONTAN, Selasa (11/7).

Dalam hal ini, Setiyo melihat LAR yang tinggi tersebut sangat berpotensi turun level (downgrade) menjadi NPL jika dianggap tidak memiliki prospek lagi. Hanya saja, dia tak menyebutkan persentase yang mengalami penurunan status ke NPL tersebut.

“Bertahap downgrade dari tahun 2020,” ujarnya.

Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) juga menargetkan Rasio NPL Coverage hingga akhir tahun di posisi 301%. Per Maret 2023, rasio pencadangan tersebut tercatat 286,8%.

Direktur Risk Management BNI David Pirzada bilang peningkatan rasio NPL Coverage tersebut akan naik dengan sendirinya sejalan dengan penurunan LAR ke level 13% - 14% di akhir tahun 2023, dari sebelumnya 16%. Ditambah, target NPL yang diturunkan menjadi kurang dari 2,5% pada tahun 2023.

Sementara itu, David bilang dari sisi pencadangan tidak akan terlalu agresif dalam menurunkan pencadangan, Oleh karenanya, bank  tetap menjaga level CKPN cukup konservatif, sehingga rasio NPL coverage meningkat menjadi sekitar 300%

“Karena kami masih tetap berhati-hati menyikapi kondisi ekonomi maupun geopolitik,” ujar David kepada KONTAN, Selasa (11/7).

David juga menjelaskan sebagian besar dari debitur restrukturisasi bank berlogo 46 ini sudah menunjukan perbailkan dalam kinerja dan mayoritas sudah dapat membayar bunga commercial rate. 

“Sehingga potensi untuk debitur restrukturisasi ini di unflag (kembali menjadi normal) cukup besar dan cukup banyak,” ujarnya.

Meski demikian, ia tak menampik adanya hapus buku yang dilakukan oleh bank. Ia bilang hapus buku tahun ini memiliki budget seperti tahun lalu di kisaran Rp 10 triliun hingga Rp 12 triliun.

Baca Juga: OJK Rancang POJK Asuransi Kredit, Begini Kata Pelaku Industri

Hanya saja, ia menegaskan keputusan hapus buku diambil berdasarkan kondisi dari debitur yang sudah masuk kategori NPL dan sudah tidak bisa membaik lagi, serta memenuhi kriteria hapus buku.

“Jadi bukan untuk menurunkan NPL,” ujarnya.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin berpandangan langkah bank memperkuat pencadangan saat ini lebih ke arah mitigasi risiko sejak pandemi Covid-19.

“Sekarang kan pencadangan tebal-tebal semua, terlebih bank-bank besar,” ujarnya.

Dalam hal ini, bank sudah mempersiapkan jika nantinya ada terjadi imbas ketika program restrukturisasi benar-benar diberhentikan. Harapannya, itu nanti bisa menjaga stabilitas dari bank itu sendiri.

“Pelan atau pasti ketika industrinya yang dibiayai belum bangkit secara keseluruhan, maka ini bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menjaga stabilitas,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×