kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.921   9,00   0,06%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Asosiasi DPLK: Butuh dukungan teknologi dan insetif pajak untuk pacu segmen ritel


Rabu, 11 Juli 2018 / 17:19 WIB
Asosiasi DPLK: Butuh dukungan teknologi dan insetif pajak untuk pacu segmen ritel
ILUSTRASI. Loket DPLK di Kantor BNI


Reporter: Umi Kulsum | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) terus mendorong industri untuk mengembangkan segmen individu yang saat ini masih rendah. Upaya ini dilakukan untuk menggairahkan bisnis DPLK.

Wakil Ketua Perkumpulan DPLK Nur Hasan Kurniawan menjelaskan, dari total aset DPLK per Desember 2017 sebesar Rp 75,33 triliun hanya sekitar 5% yang dikontribusi dari segmen individu. Sisanya masih didominasi dari segmen korporasi.

Untuk itu dukungan teknologi sangat dibutuhkan guna menggeber jumlah peserta dana pensiun kalangan individu. "Karena pendekatan yang potensial itu ya teknologi, utamanya pengguna gadget yang paling mudah disasar," kata Nur Hasan, pekan lalu.

Selain teknologi, adanya insentif pajak dari pemerintah juga akan turut mendorong peserta ritel. Selama ini, insentif pajak baru berlaku pada peserta yang tergabung pada korporasi. Asosiasi sudah menyuarakan hal ini sejak tahun 2007 lalu namun belum mendapat respon positif dari pemerintah.

Tak hanya itu, beberapa tantangan juga masih dihadapi industri DPLK dalam mengembangkan ritel diantaranya membuat inovasi teknologi agar masyarakat lebih menyadari pentingnya dana pensiun.

Nur Hasan mencontohkan dari total pekerja formal di tahun 2016 sebesar 50,3 juta orang, baru 16 juta yang memiliki dana pensiun yakni peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga, potensi pasar yang dibidik tentu masih sangat besar.

Dengan begitu, asosiasi DPLK juga berkoordinasi dan akan duduk bersama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk membuat roadmap industri dana pensiun ke depan akan seperti apa. Hal ini agar segmentasi pasar bisa diraih masing-masing industri sehingga tidak bertabrakan.

"Selain itu, perlunya industri menelurkan produk inovatif yang mudah dibeli dan diakses oleh masyarakat," ungkap Nur Hasan.

Sekadar informasi, sampai saat ini setidaknya ada empat pelaku DPLK yang aktif menjual produk individu dari total 23 pemain. Diantaranya, DPLK BRI, DPLK BNI, DPLK BJB dan DPLK BPD Jawa Tengah.

Setali tiga uang, regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sepakat pengembangan teknologi dan produk inovatif menjadi penting guna menggairahkan industri DPLK.

"Kita (industri DPLK) harus memiliki ceruk pasar yang tidak bisa diraih BPJS Ketenagakerjaan," ujar Moch. Ihsanuddin, Deputi Komisioner Industri keuangan non bank (IKNB) I OJK, di kesempatan yang sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×