kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Asuransi dan pialang tolak iuran OJK


Sabtu, 12 Januari 2013 / 09:46 WIB
Asuransi dan pialang tolak iuran OJK
ILUSTRASI. Suasana proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Ciampea, Bogor, Senin (12/7/2021). Begini progres pengalihan dana FLPP ke BP Tapera


Reporter: Feri Kristianto | Editor: Edy Can


JAKARTA. Industri asuransi dan pialang mengajukan keberatan atas besaran pungutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) meminta besaran pungutan lebih rendah dari yang direncanakan. Jika perlu OJK tidak menarik iuran, melainkan mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Kalaupun tetap minta setoran, lebih baik OJK lebih dahulu menunjukkan kinerjanya.

Kornelis Simanjuntak, Ketua Umum AAUI, mengatakan usulan resmi sudah disampaikan pada Desember 2012. Asuransi meminta hanya ada satu pungutan untuk semua. Besaran pungutan harus lebih kecil dari rencana awal di kisaran 0,03%-0,06%. "Intinya kami mau lebih rendah dari yang direncanakan OJK," kata dia, tanpa menyebutkan besaran angka yang diharapkan, Jumat (11/1).

Julian Noor, Direktur Eksekutif AAUI, menambahkan, pihaknya mengusulkan pungutan tidak berdasarkan nilai aset, melainkan premi setahun atau berdasarkan modal. Pertimbangan premi karena terkait erat dengan kinerja. Modal juga layak karena selama ini jadi acuan regulator untuk menentukan tingkat solvabilitas permodalan. "Ekuitas juga menentukan retensi," kata Julian.

Asuransi umum mengakui penilaian berdasarkan premi dan modal memiliki kekurangan. Pasalnya, bagi perusahaan asuransi bermodal besar, akan membayar pungutan lebih tinggi. Namun metode ini ada kelebihannya. Bagi perusahaan asuransi yang modalnya kecil, tidak harus mengeluarkan pungutan dalam jumlah besar. "Kami usul industri tidak langsung dipungut biaya. Merujuk lembaga sejenis seperti Jepang, operasional dibiayai negara," kata Julian.

Industri berharap otoritas keuangan itu menunjukkan kinerja terlebih dulu. Kalaupun kekurangan, baru dibebankan kepada industri. "Idealnya harus menunjukkan performance dulu, kalau bagus industri tidak akan protes dipungut," tukas Julian.

Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) juga meminta pungutan tidak berdasarkan aset tapi disesuaikan kemampuan si pialang.

Menurut Nanan Ginanjar, Ketua Umum Apparindo, mereka akan mengusulkan besaran pungutan terhadap industri pialang didasarkan atas pendapatan komisi alias fee brokerage. Itupun besaran tidak dipukul rata melainkan didasarkan ukuran pendapatan. "Misalnya untuk komisi Rp 1 miliar-Rp 5 miliar berbeda dengan yang komisinya diatas itu," tegasnya.

Tetapi usulan ini belum disampaikan secara resmi kepada OJK. Apparindo baru akan mengusulkan setelah rapat kerja, akhir Januari nanti.

Kabarnya Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) juga sudah mengusulkan sikap resmi ke OJK perihal pungutan. Sayangnya, Benny Waworuntu, Direktur Eksekutif AAJI, tidak bersedia membeberkan rincian usulannya.

Sekadar informasi, OJK merencanakan pungutan untuk perbankan, asuransi, reasuransi, dana pensiun lembaga keuangan, lembaga pembiayaan sebesar 0,03%-0,06% dari aset setelah diaudit. Agar industri tidak kaget, penerapan iuran tahunan dilakukan secara bertahap. Tahun 2013 sebesar 50%, 2014 sebesar 75% dan 2015 sebesar 100%.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×